bisnis roti rumahan yang hasilkan 5000 pcs per hari
Katekunan Juk Men, pengusaha roti asal Ketapang, Kalimantan barat, patut dijadikan contoh bagi masyarakat lainnya. Usaha pembuatan rotinya telah merambah seatero kabupaten ketapang walau hanya berawal dari industri keluarga yang ditekuni bersama istri dan saudaranya.
Dengan antusias, Jukmen menceritakan awal mula dirinya berkecimpung didunia usaha olah terigu tersebut. "Tahun 80-an, saya bekerja di perusahaan roti di Pontianak. Karena ikut istri ke Ketapang, saya melihat belum ada yang buka usaha roti, makanya saya berani coba," ujar Juk Men.
Niat berbisnis roti bukan tanpa sebab. Pria ini sejak awal sudah memprediksi dan berkeyakinan bahwa usahanya itu akan sukses. Alhasil, pada awal 1992 saat tinggal di kecamatan Pesaguan, Kabupaten Ketapang, dengan modal beberapa juta rupiah, ia pun mengolah adonan roti sesuai keinginan masyarakat.
"Saat itu, harga satu roti masih Rp 100,- kalau sekarang sudah Rp 1.000," kenang ayah empat anak ini. Setelah berhasil dengan usahanya, Juk Men kemudian pindah ke kota ketapang. Saat ini, pria berusia 41 tahun tersebut dapat memproduksi sekitar 5.000 pcs roti dalam sehari dengan bantuan 15 orang karyawannya. Meski demikian, usaha Juk men masih berskala rumah tangga. Lokasi produksi pun terletak dibelakang rumahnya, di Jalan DI Panjaitan, tak jauh dari RSUD Agoes Djam.
Walau hanya usaha rumahan, Juk Men berambisi mengembangkan bisnisnya. Usaha roti dengan merek dagang "harum Manis" tersebut telah di daftarkan ke Dinas Perindustrian, Dinas Keshatan, bahkan hingga ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). "Saya sudah beli tanah untuk membuat roti pabrikan, tapi masih terkendala biaya untuk membeli mesin pengolah adonan," ujarnya. Setidaknya menurut dia, dibutuhkan dana sekitar Rp 350 juta untuk memiliki mesin pengolah adonan.
Jika terelisasi, menurutnya, usaha kecil tersebut akan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi, dapat mencapai 50 karyawan. Juk men berharap, pengembangan usaha di Ketapang mendapat stimulus dari Pemerintah daerah maupun lembaga keuangan dan permodalan. Kendala lain dalam usahanya adalah pasokan terigu yang sering datang terlambat dari pulau Jawa sehingga kualitas tepung terigu terkadang akan menurun dan menghasilkan rasa roti yang kurang baik. Meski demikian, Juk Men selalu berusaha mendapat terigu berkualitas.
Soal rasa, menurutnya merupakan penilaian masyarakat. Jika sejenis produk sduah mulai kurang diminati, ia akan segera membuat resp baru, sesuai dengan lidah warga Ketapang. Dalam memasarkan produknya, ia tak begitu tertarik membidik supermarket, namun lebih memasarkan di toko-toko biasa hingga daerah pelosok. Dengan harga relatif terjangkau, ia berharap rotinya menjadi pilihan untuk di nikmati warga Ketapang (Dasa Novi Gultom)
Sumber: Koran Tribun Pontianak
Dengan antusias, Jukmen menceritakan awal mula dirinya berkecimpung didunia usaha olah terigu tersebut. "Tahun 80-an, saya bekerja di perusahaan roti di Pontianak. Karena ikut istri ke Ketapang, saya melihat belum ada yang buka usaha roti, makanya saya berani coba," ujar Juk Men.
Niat berbisnis roti bukan tanpa sebab. Pria ini sejak awal sudah memprediksi dan berkeyakinan bahwa usahanya itu akan sukses. Alhasil, pada awal 1992 saat tinggal di kecamatan Pesaguan, Kabupaten Ketapang, dengan modal beberapa juta rupiah, ia pun mengolah adonan roti sesuai keinginan masyarakat.
"Saat itu, harga satu roti masih Rp 100,- kalau sekarang sudah Rp 1.000," kenang ayah empat anak ini. Setelah berhasil dengan usahanya, Juk Men kemudian pindah ke kota ketapang. Saat ini, pria berusia 41 tahun tersebut dapat memproduksi sekitar 5.000 pcs roti dalam sehari dengan bantuan 15 orang karyawannya. Meski demikian, usaha Juk men masih berskala rumah tangga. Lokasi produksi pun terletak dibelakang rumahnya, di Jalan DI Panjaitan, tak jauh dari RSUD Agoes Djam.
Walau hanya usaha rumahan, Juk Men berambisi mengembangkan bisnisnya. Usaha roti dengan merek dagang "harum Manis" tersebut telah di daftarkan ke Dinas Perindustrian, Dinas Keshatan, bahkan hingga ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). "Saya sudah beli tanah untuk membuat roti pabrikan, tapi masih terkendala biaya untuk membeli mesin pengolah adonan," ujarnya. Setidaknya menurut dia, dibutuhkan dana sekitar Rp 350 juta untuk memiliki mesin pengolah adonan.
Jika terelisasi, menurutnya, usaha kecil tersebut akan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi, dapat mencapai 50 karyawan. Juk men berharap, pengembangan usaha di Ketapang mendapat stimulus dari Pemerintah daerah maupun lembaga keuangan dan permodalan. Kendala lain dalam usahanya adalah pasokan terigu yang sering datang terlambat dari pulau Jawa sehingga kualitas tepung terigu terkadang akan menurun dan menghasilkan rasa roti yang kurang baik. Meski demikian, Juk Men selalu berusaha mendapat terigu berkualitas.
Soal rasa, menurutnya merupakan penilaian masyarakat. Jika sejenis produk sduah mulai kurang diminati, ia akan segera membuat resp baru, sesuai dengan lidah warga Ketapang. Dalam memasarkan produknya, ia tak begitu tertarik membidik supermarket, namun lebih memasarkan di toko-toko biasa hingga daerah pelosok. Dengan harga relatif terjangkau, ia berharap rotinya menjadi pilihan untuk di nikmati warga Ketapang (Dasa Novi Gultom)
Sumber: Koran Tribun Pontianak
0 Response to "bisnis roti rumahan yang hasilkan 5000 pcs per hari"
Posting Komentar