Kisah Sukses bisnis apparel VF Corp, perusahaan yang memproduksi pakaian berbagai merek terkenal
Apakah anda pernah mendengar tentang sebuah perusahaan bernama VF Corp? Mungkin sebagian besar orang belum pernah mendengar apa dan siapa perusahaan tersebut. Namun jika anda penggemar pakaian branded, kemungkinan besar anda adalah salah satu pelanggan dari VF Corp. Perusahaan VF Corp., adalah perusahaan yang memproduksi pakaian dengan merek-merek terkenal seperti Lee, Wrangler, The North Face, Eastpak, Nautica dan lain sebagainya.
Nama VF memang tidak setenar merek-merek pakaian yang ia produksi dan sangat disukai di seluruh dunia. Padahal, perusahaan yang berpusat di Greensboro, Karolina Utara, USA ini adalah salah satu perusahaan pembuat pakaian jadi terbesar di dunia, dengan jumlah merek top yang dimiliki sekitar 50 merek. Omzet per tahunnya sekitar US$6 miliar. Dengan jumlah karyawan sekitar 40 ribu orang, dimana produksinya (dari semua merek) mencapai sekitar 800 juta item, yang dijual oleh sekitar 67 ribu peritel yang berlokasi di 150 negara di dunia.
Produksinya dihasilkan oleh 1.600 pabrik, seribu grosir bahan kain dan sekitar 3 ribu pemasok pernak-pernik pakaian. VF Corp yang telah berumur lebih dari seratus tahun ini sebetulnya layak disebut ikonnya gaya hidup berpakaian, khususnya bagi konsumen yang hobi berolahraga atau aktivitas outdoor seperti berselancar, skateboard atau mendaki gunung.
Mengguritanya bisnis VF disebabkan oleh pertumbuhan organik (organic growth) dan banyak melakukan akuisisi (unorganic growth) terhadap perusahaan pemilik merek apparel yang lain. Pada mulanya, perusahaan VF ini bernama Reading Glove and Mitten manufacturing Company, yang didirikan oleh John Barbey dan beberapa investor lainnya pada bulan Oktober 1899 di Pennsylvania, Amerika Serikat.
Pada waktu itu, modal awalnya sangat minim, yakni hanya US$ 11 ribu dan pabrik dengan luas 320 square foot yang disewa dengan biaya US$ 60 per bulan. Adapun produksi gramennya dimulai pada tahun 1919 dan nama perusahaan pun diubah menjadi Vanity Fair Mills (yang akhirnya di singkat VF saja). Pada tahun 1969, perusahaan ini melakukan akuisisi terhadap The H.D. Lee - dan pada saat ini nama perusahaan kembali diubah menjadi VF Corporation untuk menggambarkan bawa mereka memproduksi banyak jenis produk.
Pada tahun 1986, VF Corp mengakuisisi Blue Bell Inc., pemilik merek top - seperti Wrangler dan JanSport, yang membuat skala bisnis VF Corp menjadi dua kali lipat daripada sebelumnya, dan sekaligus menjadikannya sebagai perusahaan publik terbesar di industri Apparel. Bahkan, sejak melakukan akuisisi terhadap The North face pada tahun 2000 silam, VF telah menggelontorkan uang belanja lebih dari US$ 1,9 miliar untuk mengakuisisi 12 perusahaan, baik yang besar maupun kecil. Kemudian kantor pusat di pindahkan ke pinggiran kota yang tenang, Greensboro, dengan mengambil alih bangunan kepunyaan perusahaan tekstil Cone Mills Corp., yang sedang menghadapi masalah.
Jika melihat kembali ke masa lalu, dimana pada sekitar 10 tahun lalu terjadi perubahan besar-besaran pada industri apparel di Amerika Serikat. Yaitu semakin banyak perusahaan apparel yang proses pekerjaan manufakturnya di lakukan diluar USA demi efisiensi biaya. hal tersebut mengakibatkan puluhan ribu pekerja tekstil di Amerika kehilangan pekerjaan. VF Corp., juga melakukan hal yang sama, dan pada tahun 2001 VF memberhentikan 13 ribu pekerja (sekitar 18% dari total karyawan) dan menutup 30 pabriknya. "Kami benar-benar melakukan overhaul terhadap basis manufaktur kami" kata Cindy knoebel, Vice President Finansial dan Komunikasi Korporat VF.
Pada proses transformasi ini, VF menjual beberapa unit bisnis, tetapi di lain pihak juga melakukan langkah akuisisi. Hal ini sesuai dengan visi transformasinya, yakni dari sekedar perusahaan yang membuat pakaian jadi menjadi perusahaan yang fokus pada gaya hidup dan merek konsumer. Satu per satu beberapa merek produk gaya hidup di akuisisinya, seperti Easpak, Nautica, John Varvatos, Kipling, Napapijri, Eagle Creek sampai Majestic yang memproduksi seragam untuk Major League Baseball.
Hasilnya? cukup memuaskan!. Walaupun pada tahun 2000 merek gaya hidup hanya menyumbang 10% dari revenue VF, saat ini kontribusinya sudah mencapai sekitar 40%. Bahkan, pada tahun 2009 nanti, McDonald memasang target kontribusinya dapat mencapai angka 60% dari total revenue perusahaan. Tahun 2004 dapat dikatakan sebagai tonggak keberhasilan VF dari sudut finansial, karena untuk pertama kalinya VF berhasil memperoleh omzet US$ 6 miliar, dimana angka tersebut meningkat sekitar 16% dibanding pada tahun sebelumnya. Pendapatan bersih pun meningkat mencapai US$ 474,7 juta atau naik sekitar 19%.
Sebelumnya, pada perusahaan VF terdapat 5 devisi bisnis (dilingkungan VF di sebut koalisi), yaitu:
Target yang rencanakan oleh VF Corp., pada program transformasi yang di pimpin McDonald memang cukup ambisius. Yakni dengan memasang target pertumbuhan revenue tahunan sebesar 8% (dari target sebelumnya yang hanya 6% ). Dari pertumbuhan organiknya sendiri di tetapkan target dapat mencapai 5%. Dan tentu saja, setiap langkah akuisisi masih menjadi hal yang sangat penting dari strategi pertumbuhan VF Corp. Selain itu, juga ditargetkan untuk mencapai return on capital 17% dan operating margin 14%.
Mendesain dan memasarkan produk branded merupakan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan VF Corp. Bahkan VF menyertakan teknologi informasi (TI) dalam melaksanakan proses transformasi. Contohnya dalam hal penyediaan sumber daya (sourcing), manajemen rantai pasokan (supply chain menagement), manajemen inventori, bahkan sampai pada riset konsumen. kemampuan VF Corp dalam pemanfaatan Tknologi Informasi pun diakui banyak pihak. Salah satunya adalah ComputerWorld yang menyatakan bahwa VF Corp adalah salah satu perusahaan yang layak masuk kelompok Best in Class 2007. Terutama karena kehebatan VF Corp dalam mempraktekkan manajemen rantai pasokan.
VF Corp ternyata telah berkembang menjadi perusahan besar berskala dan berjaringan global, dengan sebagian besar pasokan, baik bahan baku maupun produksi pakaian jadinya berasal dari luar Amerika Seikat. Pada tahun 2002 saja, VF mendapatkan pasokan dari para pabrikan di Asia sebesar US$ 140 juta. Sekitar 30% produk yang di jual VF dibuat di Asia, dan sekitar 50% di buat di Meksiko dan beberapa negara Amerika Tengah lainnya. Bahkan, produksi pakaian dengan bahan denim yang sebelumnya dibuat di Karolina Utara di pindahkan ke Meksiko.
Untuk merek seperti The North Face (dan beberapa merek gaya hidup lainnya) telah dialihdayakan (kontrak manufaktur) ke Asia ketika mengakuisisi perusahaan sebelumnya. Lain daripada itu, pada bidang distribusi dan penjualan produk, kontribusi pasar internasional semakin baik. Untuk tahun 2008 ini ditargetkan mencapai 30% dari total omzet VF Corp.
Dari paparan tadi, dapat diketahui bahwa sistem rantai pasokan VF Corp sangat kompleks dan memiliki rentang antarnegara. Mulai dari bahan dasar seperti kain mentah, diolah ditempat desain, pemotongan, penjahitan sampai akhirnya menjadi sebuah produk yang siap dilempar kepasar. Bahan bakunya disuplai dari beberapa negara da proses manufakturnya pun tidak hanya di suatu tempat. Lebih daripada itu, VF Corp harus mampu menjaga efisiensi proses manufakturnya supaya dapat bekerja sampai tahap akhir. Dengan kata lain, pengiriman komponen produknya harus benar, jumlah yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan selalu tiba tepat waktu pada bagian produksi yang benar. VF Corp harus mampu memberikan data terbaru dan up to date kepada para pemasoknya agar dapat memenuhi rencana kerja produksi, atau bahkan jika ada perubahan jadwal order. "Pada saat anda membicarakan angka-angka dan memikirkan bagaimana mengelola rantai pasokan ini, hal tersebut akan membuat kepala pusing," kata Ellen Martin, VP Supply Chain System.
Langkah awal VF Corp untuk membuat standarisasi perencanaan Supply Chain Management (SCM) dimulai pada tahun 1990. Adapun softwere yang digunakan untuk pertama kalinya adalah Supply Chain Planner (SCP) versi 3.8 dari vendor i2, yang berjalan diatas hardwere storage server system p5 570 dari IBM. Dan dari vendor ini pula, VF Corp memanfaatkan system Websphere MQ yang digunakan untuk mengintegrasikan aplikasi SCP dari i2 tadi dengan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dari SAP yang dipakai VF Corp.
Saat ini, hampir semua unit bisnis VF Corp memakai softwere dari i2 tersebut untuk perencanaan produksi, menjanjikan order tepat waktu, mengefektifkan jaringan distribusi, dan menyediakan sistem perencanaan terpadu pada seluruh rantai pasokan.
Penggunaa teknologi informasi ini mempu memberikan data perencanaan pada proses manufaktur bagi sekitar 250 ribu stockkeeping unit setiap harinya. Dan dengan kemampuan tersebut, VF Corp dapat mengoptimalkan tingkat ventorinya, meningkatkan kepekaanya terhadap trend fashion, yang otomatis berakibat pada terjadinya efisiensi biaya proses.
Supaya dapat mengetahui dan mengikuti dengan seksama bagaimana pola konsumen membeli produknya, baik itu merek yang baru diluncurkan ataupun merek yang sduah lama eksis dipasar, Team Teknologi Informasi VF Corp senantiasa meningkatkan kemampuan sistem SCM-nya. Dan bekerjasama dengan i2, VF Corp memastikan agar softwere SCP yang mereka gunakan dapat dijalankan pada semua komponen sistem perencanaan manufakturnya setiap hari. Prosesnya memakan waktu 3 jam, dari proses input data ke sistem aplikasi tersebut, dan outputnya berupa jawaban perencanaan sekaligus pengadaan.
Dalam praktek kerja sehari-hari, menggunakan SCP pada setiap unit bisnis besar VF Corp tidaklah tanpa kendala."Walaupun SCP sduah dianggap sebagai common system, setiap unit bisnis sangat berbeda. Masing-masing membutuhkan solusi customizet tersendiri," ujar Will Shiver, Pemimpin proyek Senior Forecasting & planning VF Corp.
Namun demikian, Mark Hillman, analis SCM dari AMR Research, mengakui kesuksesan menajemen rantai pasokan yang digunakan oleh VF Corp. Tidak seperti VF Corp, Hillman menyatakan, tidak sedikit perusahaan gagal menjadikan sistem SCM-nya sebagai bagian integral dari proses konsulidasi ataupun merger dan akuisisi yang dilakukan olehnya.
Lebih lanjut manejemen VF mengemukakan, bahwa pemakaian aplikasi SCP dari i2 saja diprediksi dapat menghemat biaya rantai pasokan dua Divisi bisnisnya (terutama Divisi pakaian jeans) sebanyak US$ 32 juta sejak sistem ini diaplikasikan. Selain itu, penggunaan aplikais ini diperkirakan dapat mengurangi keusangan produk sebesar 25%, dan mampu meningkatkan level pelayanan untuk pelanggan sekitar 20%.
Computer World juga menyatakan bahwa penggunaan sistem SCP tersebut, VF Corp dapat mengurangi masa siklus perencanaannya sampai dengan 75%. "Sistem ini dapat menyediakan umpan balik harian, baik untuk divisi-divisi bisnis ataupun untuk para pemasok kami, sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan jadwal produksi mereka. Mempunyai sistem modeling yang cepat seperti ini merupakan suatu hal yang lebih dari sebuah kemewahan, padahal para pesaing kami hanya dapat membuat modeling sekali dalam seminggu, dan solusi ini sangat membantu kami mewujudkan visi korporat," ujar Ellen Martin dengan bangga.
Beberapa langkah penting dalam aplikasi Teknologi Informasi strategis lainnya yang diambil VF Corp adalah menandatangani kontrak alih daya (outsourcing) pada bulan November 2004 dengan IBM untuk mengelola dan mentransformasi intrastruktur TI globalnya. Kontrak selama 7 tahun ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja TI VF Corp dan sekaligus efisiensi biaya, dan membantu perusahaan mencapai target pertumbuhan penjualannya yang agresif. "Kerjasama ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan yang kami harapkan baik dari bisnis inti ataupun dari hasil akuisisi," ungkap Boyd Rogers, VP Proses & Teknologi (dan de facto CIO) VF Corp. "Dan hal ini juga akan meningkatkan kemampuan kami untuk lebih mudah dan cepat mengintegrasikan perusahaan-perusahaan yang kami ambil alih." sambungnya lagi.
Dalam kontrak kerjasama tersebut, IBM menyediakan layanan yang disebut Universal Management Infrastructure (UMI) antara lain: dukungan softwere Tivoli, untuk mengelola mainframe, midrange maupun server-server berbasis intel yang berada di Amerika Serikat ataupun dinegara lain. Dengan layanan Universal Management Infrastructure ini, VF Corp hanya membayar kapasitas komputasi yang dipergunakan. Selain mengelola mesin-mesin komputer besar, IMB juga membantu VF Corp pada sistem backend-nya, termasuk mengelola 12 ribu PC Dell milik VF Corp - Website VF Corp (www.vfc.com) - serta sistem disaster recovery-nya.
Penggunaan sistem SCM dan aplikasi beberapa Teknologi Informasi lainnya dengan cerdas hanyalah bagian dari proses transformasi yang dilaksanakan oleh VF Corp. Dan pada tahun 2006 merupakan tahun yang menggembirakan bagi perusahaan tersebut. Revenue dan laba meningkat, saham naik, dan devide yang dibagikan per kuartal lebih besar, bisnis internasionalnya bertumbuh pesat, dan toko ritel yang menjual produk mereka semakin banyak. Selain itu, VF Corp selalu siap merek atau perusahaan bagus dan pertumbuhan serta profit nya terus merangkak naik. " Kisah suskes VF Corp ini ternyata telah mengubah lanskap industri apparel. Dengan demiian, tidak hanya mengubah wajah VF Corp, tetapi mengubah wajah industri ini secara keseluruhan." ujar Marshal Cohen, Chief Analyst perusahaan riset pasar NPD Group.
"It's working," ujar sang CEO, McDonald dengan bangga atas hasil transformasi yang dilaksanakan perusahaannya, "but it's not complete," sambungnya lagi. "There is still much more to do."
Fakta & Strategi pengembangan bisnis VF Corp:
Tentang VF :
Target finansial jangaka panjang:
Growth Drivers:
Pemanfaatan berbagai sistem Teknologi Informasi sebagai pendukung kerja:
Sumber referensi: Artikel yang ditulis oleh Joko Sugiarsono pada majalah SWA, Riset oleh: Leni Siskawati.
Nama VF memang tidak setenar merek-merek pakaian yang ia produksi dan sangat disukai di seluruh dunia. Padahal, perusahaan yang berpusat di Greensboro, Karolina Utara, USA ini adalah salah satu perusahaan pembuat pakaian jadi terbesar di dunia, dengan jumlah merek top yang dimiliki sekitar 50 merek. Omzet per tahunnya sekitar US$6 miliar. Dengan jumlah karyawan sekitar 40 ribu orang, dimana produksinya (dari semua merek) mencapai sekitar 800 juta item, yang dijual oleh sekitar 67 ribu peritel yang berlokasi di 150 negara di dunia.
Produksinya dihasilkan oleh 1.600 pabrik, seribu grosir bahan kain dan sekitar 3 ribu pemasok pernak-pernik pakaian. VF Corp yang telah berumur lebih dari seratus tahun ini sebetulnya layak disebut ikonnya gaya hidup berpakaian, khususnya bagi konsumen yang hobi berolahraga atau aktivitas outdoor seperti berselancar, skateboard atau mendaki gunung.
Mengguritanya bisnis VF disebabkan oleh pertumbuhan organik (organic growth) dan banyak melakukan akuisisi (unorganic growth) terhadap perusahaan pemilik merek apparel yang lain. Pada mulanya, perusahaan VF ini bernama Reading Glove and Mitten manufacturing Company, yang didirikan oleh John Barbey dan beberapa investor lainnya pada bulan Oktober 1899 di Pennsylvania, Amerika Serikat.
Pada waktu itu, modal awalnya sangat minim, yakni hanya US$ 11 ribu dan pabrik dengan luas 320 square foot yang disewa dengan biaya US$ 60 per bulan. Adapun produksi gramennya dimulai pada tahun 1919 dan nama perusahaan pun diubah menjadi Vanity Fair Mills (yang akhirnya di singkat VF saja). Pada tahun 1969, perusahaan ini melakukan akuisisi terhadap The H.D. Lee - dan pada saat ini nama perusahaan kembali diubah menjadi VF Corporation untuk menggambarkan bawa mereka memproduksi banyak jenis produk.
Pada tahun 1986, VF Corp mengakuisisi Blue Bell Inc., pemilik merek top - seperti Wrangler dan JanSport, yang membuat skala bisnis VF Corp menjadi dua kali lipat daripada sebelumnya, dan sekaligus menjadikannya sebagai perusahaan publik terbesar di industri Apparel. Bahkan, sejak melakukan akuisisi terhadap The North face pada tahun 2000 silam, VF telah menggelontorkan uang belanja lebih dari US$ 1,9 miliar untuk mengakuisisi 12 perusahaan, baik yang besar maupun kecil. Kemudian kantor pusat di pindahkan ke pinggiran kota yang tenang, Greensboro, dengan mengambil alih bangunan kepunyaan perusahaan tekstil Cone Mills Corp., yang sedang menghadapi masalah.
Jika melihat kembali ke masa lalu, dimana pada sekitar 10 tahun lalu terjadi perubahan besar-besaran pada industri apparel di Amerika Serikat. Yaitu semakin banyak perusahaan apparel yang proses pekerjaan manufakturnya di lakukan diluar USA demi efisiensi biaya. hal tersebut mengakibatkan puluhan ribu pekerja tekstil di Amerika kehilangan pekerjaan. VF Corp., juga melakukan hal yang sama, dan pada tahun 2001 VF memberhentikan 13 ribu pekerja (sekitar 18% dari total karyawan) dan menutup 30 pabriknya. "Kami benar-benar melakukan overhaul terhadap basis manufaktur kami" kata Cindy knoebel, Vice President Finansial dan Komunikasi Korporat VF.
Pada proses transformasi ini, VF menjual beberapa unit bisnis, tetapi di lain pihak juga melakukan langkah akuisisi. Hal ini sesuai dengan visi transformasinya, yakni dari sekedar perusahaan yang membuat pakaian jadi menjadi perusahaan yang fokus pada gaya hidup dan merek konsumer. Satu per satu beberapa merek produk gaya hidup di akuisisinya, seperti Easpak, Nautica, John Varvatos, Kipling, Napapijri, Eagle Creek sampai Majestic yang memproduksi seragam untuk Major League Baseball.
Hasilnya? cukup memuaskan!. Walaupun pada tahun 2000 merek gaya hidup hanya menyumbang 10% dari revenue VF, saat ini kontribusinya sudah mencapai sekitar 40%. Bahkan, pada tahun 2009 nanti, McDonald memasang target kontribusinya dapat mencapai angka 60% dari total revenue perusahaan. Tahun 2004 dapat dikatakan sebagai tonggak keberhasilan VF dari sudut finansial, karena untuk pertama kalinya VF berhasil memperoleh omzet US$ 6 miliar, dimana angka tersebut meningkat sekitar 16% dibanding pada tahun sebelumnya. Pendapatan bersih pun meningkat mencapai US$ 474,7 juta atau naik sekitar 19%.
Sebelumnya, pada perusahaan VF terdapat 5 devisi bisnis (dilingkungan VF di sebut koalisi), yaitu:
- Devisi Jeanswear. Menangani merek produk antara lain: Wrangler, Lee Jeans, Riders, Maverick, Earl Jeans).
- Devisi Imagewear. Menangani merek antara lain: Red Kap, Lee Sport, CSA, NFL red, NFL white.
- Devisi Outdoor, yang menangani merek antara lain: Eastpak, JanSport, Kipling, Napapijri, The North face.
- Devisi Sportwear, yang menangani merek John Varvatos dan Nautica.
- Devisi Global Intimates, yang menangani merek antara lain: Vanity fair, Lily of France, Vassarette, Best Form, Bolero dan Lou.
Target yang rencanakan oleh VF Corp., pada program transformasi yang di pimpin McDonald memang cukup ambisius. Yakni dengan memasang target pertumbuhan revenue tahunan sebesar 8% (dari target sebelumnya yang hanya 6% ). Dari pertumbuhan organiknya sendiri di tetapkan target dapat mencapai 5%. Dan tentu saja, setiap langkah akuisisi masih menjadi hal yang sangat penting dari strategi pertumbuhan VF Corp. Selain itu, juga ditargetkan untuk mencapai return on capital 17% dan operating margin 14%.
Mendesain dan memasarkan produk branded merupakan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan VF Corp. Bahkan VF menyertakan teknologi informasi (TI) dalam melaksanakan proses transformasi. Contohnya dalam hal penyediaan sumber daya (sourcing), manajemen rantai pasokan (supply chain menagement), manajemen inventori, bahkan sampai pada riset konsumen. kemampuan VF Corp dalam pemanfaatan Tknologi Informasi pun diakui banyak pihak. Salah satunya adalah ComputerWorld yang menyatakan bahwa VF Corp adalah salah satu perusahaan yang layak masuk kelompok Best in Class 2007. Terutama karena kehebatan VF Corp dalam mempraktekkan manajemen rantai pasokan.
VF Corp ternyata telah berkembang menjadi perusahan besar berskala dan berjaringan global, dengan sebagian besar pasokan, baik bahan baku maupun produksi pakaian jadinya berasal dari luar Amerika Seikat. Pada tahun 2002 saja, VF mendapatkan pasokan dari para pabrikan di Asia sebesar US$ 140 juta. Sekitar 30% produk yang di jual VF dibuat di Asia, dan sekitar 50% di buat di Meksiko dan beberapa negara Amerika Tengah lainnya. Bahkan, produksi pakaian dengan bahan denim yang sebelumnya dibuat di Karolina Utara di pindahkan ke Meksiko.
Untuk merek seperti The North Face (dan beberapa merek gaya hidup lainnya) telah dialihdayakan (kontrak manufaktur) ke Asia ketika mengakuisisi perusahaan sebelumnya. Lain daripada itu, pada bidang distribusi dan penjualan produk, kontribusi pasar internasional semakin baik. Untuk tahun 2008 ini ditargetkan mencapai 30% dari total omzet VF Corp.
Dari paparan tadi, dapat diketahui bahwa sistem rantai pasokan VF Corp sangat kompleks dan memiliki rentang antarnegara. Mulai dari bahan dasar seperti kain mentah, diolah ditempat desain, pemotongan, penjahitan sampai akhirnya menjadi sebuah produk yang siap dilempar kepasar. Bahan bakunya disuplai dari beberapa negara da proses manufakturnya pun tidak hanya di suatu tempat. Lebih daripada itu, VF Corp harus mampu menjaga efisiensi proses manufakturnya supaya dapat bekerja sampai tahap akhir. Dengan kata lain, pengiriman komponen produknya harus benar, jumlah yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan selalu tiba tepat waktu pada bagian produksi yang benar. VF Corp harus mampu memberikan data terbaru dan up to date kepada para pemasoknya agar dapat memenuhi rencana kerja produksi, atau bahkan jika ada perubahan jadwal order. "Pada saat anda membicarakan angka-angka dan memikirkan bagaimana mengelola rantai pasokan ini, hal tersebut akan membuat kepala pusing," kata Ellen Martin, VP Supply Chain System.
Langkah awal VF Corp untuk membuat standarisasi perencanaan Supply Chain Management (SCM) dimulai pada tahun 1990. Adapun softwere yang digunakan untuk pertama kalinya adalah Supply Chain Planner (SCP) versi 3.8 dari vendor i2, yang berjalan diatas hardwere storage server system p5 570 dari IBM. Dan dari vendor ini pula, VF Corp memanfaatkan system Websphere MQ yang digunakan untuk mengintegrasikan aplikasi SCP dari i2 tadi dengan sistem Enterprise Resource Planning (ERP) dari SAP yang dipakai VF Corp.
Saat ini, hampir semua unit bisnis VF Corp memakai softwere dari i2 tersebut untuk perencanaan produksi, menjanjikan order tepat waktu, mengefektifkan jaringan distribusi, dan menyediakan sistem perencanaan terpadu pada seluruh rantai pasokan.
Penggunaa teknologi informasi ini mempu memberikan data perencanaan pada proses manufaktur bagi sekitar 250 ribu stockkeeping unit setiap harinya. Dan dengan kemampuan tersebut, VF Corp dapat mengoptimalkan tingkat ventorinya, meningkatkan kepekaanya terhadap trend fashion, yang otomatis berakibat pada terjadinya efisiensi biaya proses.
Supaya dapat mengetahui dan mengikuti dengan seksama bagaimana pola konsumen membeli produknya, baik itu merek yang baru diluncurkan ataupun merek yang sduah lama eksis dipasar, Team Teknologi Informasi VF Corp senantiasa meningkatkan kemampuan sistem SCM-nya. Dan bekerjasama dengan i2, VF Corp memastikan agar softwere SCP yang mereka gunakan dapat dijalankan pada semua komponen sistem perencanaan manufakturnya setiap hari. Prosesnya memakan waktu 3 jam, dari proses input data ke sistem aplikasi tersebut, dan outputnya berupa jawaban perencanaan sekaligus pengadaan.
Dalam praktek kerja sehari-hari, menggunakan SCP pada setiap unit bisnis besar VF Corp tidaklah tanpa kendala."Walaupun SCP sduah dianggap sebagai common system, setiap unit bisnis sangat berbeda. Masing-masing membutuhkan solusi customizet tersendiri," ujar Will Shiver, Pemimpin proyek Senior Forecasting & planning VF Corp.
Namun demikian, Mark Hillman, analis SCM dari AMR Research, mengakui kesuksesan menajemen rantai pasokan yang digunakan oleh VF Corp. Tidak seperti VF Corp, Hillman menyatakan, tidak sedikit perusahaan gagal menjadikan sistem SCM-nya sebagai bagian integral dari proses konsulidasi ataupun merger dan akuisisi yang dilakukan olehnya.
Lebih lanjut manejemen VF mengemukakan, bahwa pemakaian aplikasi SCP dari i2 saja diprediksi dapat menghemat biaya rantai pasokan dua Divisi bisnisnya (terutama Divisi pakaian jeans) sebanyak US$ 32 juta sejak sistem ini diaplikasikan. Selain itu, penggunaan aplikais ini diperkirakan dapat mengurangi keusangan produk sebesar 25%, dan mampu meningkatkan level pelayanan untuk pelanggan sekitar 20%.
Computer World juga menyatakan bahwa penggunaan sistem SCP tersebut, VF Corp dapat mengurangi masa siklus perencanaannya sampai dengan 75%. "Sistem ini dapat menyediakan umpan balik harian, baik untuk divisi-divisi bisnis ataupun untuk para pemasok kami, sehingga mereka dapat menyesuaikan dengan jadwal produksi mereka. Mempunyai sistem modeling yang cepat seperti ini merupakan suatu hal yang lebih dari sebuah kemewahan, padahal para pesaing kami hanya dapat membuat modeling sekali dalam seminggu, dan solusi ini sangat membantu kami mewujudkan visi korporat," ujar Ellen Martin dengan bangga.
Beberapa langkah penting dalam aplikasi Teknologi Informasi strategis lainnya yang diambil VF Corp adalah menandatangani kontrak alih daya (outsourcing) pada bulan November 2004 dengan IBM untuk mengelola dan mentransformasi intrastruktur TI globalnya. Kontrak selama 7 tahun ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja TI VF Corp dan sekaligus efisiensi biaya, dan membantu perusahaan mencapai target pertumbuhan penjualannya yang agresif. "Kerjasama ini diharapkan dapat mendukung pertumbuhan yang kami harapkan baik dari bisnis inti ataupun dari hasil akuisisi," ungkap Boyd Rogers, VP Proses & Teknologi (dan de facto CIO) VF Corp. "Dan hal ini juga akan meningkatkan kemampuan kami untuk lebih mudah dan cepat mengintegrasikan perusahaan-perusahaan yang kami ambil alih." sambungnya lagi.
Dalam kontrak kerjasama tersebut, IBM menyediakan layanan yang disebut Universal Management Infrastructure (UMI) antara lain: dukungan softwere Tivoli, untuk mengelola mainframe, midrange maupun server-server berbasis intel yang berada di Amerika Serikat ataupun dinegara lain. Dengan layanan Universal Management Infrastructure ini, VF Corp hanya membayar kapasitas komputasi yang dipergunakan. Selain mengelola mesin-mesin komputer besar, IMB juga membantu VF Corp pada sistem backend-nya, termasuk mengelola 12 ribu PC Dell milik VF Corp - Website VF Corp (www.vfc.com) - serta sistem disaster recovery-nya.
Penggunaan sistem SCM dan aplikasi beberapa Teknologi Informasi lainnya dengan cerdas hanyalah bagian dari proses transformasi yang dilaksanakan oleh VF Corp. Dan pada tahun 2006 merupakan tahun yang menggembirakan bagi perusahaan tersebut. Revenue dan laba meningkat, saham naik, dan devide yang dibagikan per kuartal lebih besar, bisnis internasionalnya bertumbuh pesat, dan toko ritel yang menjual produk mereka semakin banyak. Selain itu, VF Corp selalu siap merek atau perusahaan bagus dan pertumbuhan serta profit nya terus merangkak naik. " Kisah suskes VF Corp ini ternyata telah mengubah lanskap industri apparel. Dengan demiian, tidak hanya mengubah wajah VF Corp, tetapi mengubah wajah industri ini secara keseluruhan." ujar Marshal Cohen, Chief Analyst perusahaan riset pasar NPD Group.
"It's working," ujar sang CEO, McDonald dengan bangga atas hasil transformasi yang dilaksanakan perusahaannya, "but it's not complete," sambungnya lagi. "There is still much more to do."
Fakta & Strategi pengembangan bisnis VF Corp:
Tentang VF :
- Nama perusahaan: VF Corporation (NYSE:VFC).
- Berdiri: Tahun 1899 oleh John Barbey di Pennsylvania.
- kantor pusat: Greensboro,Karolina Utara, Amerika serikat.
- Tokoh kunci: Mackey J. McDonald, Chairman dan CEO.
- Produk: Apparel dengan sekitar 50 merek top.
- Divisi (koalisi) bisnis: jeanswear, Imagewear, Outdoor, Sportwear.
- Jumlah karyawan: sekitar 43 ribu orang.
- Revenue US$ 6,2 miliar.
- Jaringan: 1.600 pabrik dan 67 ribu peritel di 150 negara.
Target finansial jangaka panjang:
- Pertumbuhan penjualan 8%.
- Return on capital 17%.
- Operating margin 14%.
- Debt to capital ratio di bawah 40%.
- Devidend payout 30%.
Growth Drivers:
- Membangun lebih banyak merek gaya hidup global, yang difokuskan pada merek-merek untuk kaum mudadan wanita.
- Meningkatkan perhatian pada winnign customer, yang difokuskan pada team kerja yang bersifat cross-coalition.
- Merentangkan merek dan palanggan ke wilayah baru, mislanya pada kawasan ekonomi yang sedang berkembang seperti Tumur Jauh.
- Meningkatkan pertumbuhan yang difokuskan pada peningkatan kemampuan manajemen rantai pasokan.
- Menggali faktor pertumbuhan baru yang difokuskan pada pengembangan kepemimpinan.
Pemanfaatan berbagai sistem Teknologi Informasi sebagai pendukung kerja:
- ERP dari SAP.
- Softwere SCP dari i2.
- Layanan UMI dan softwere Tivoli dari IBM.
- Sistem Retail floor Management (in house development).
- Softwere e-SPS dari New Generation Computing Inc.
- Trade Collaborator softwere dari NextLinx Corp.
- Business Intelligence softwere dari Brio Software.
- Quest Product Development Management dari Geac.
- Sistem RFID (dengan konsultan Ac centure)
- Sistem hardwere: mainframe, midrange dan server lainnya dari IBM, serta ribuan PC dari Dell.
Sumber referensi: Artikel yang ditulis oleh Joko Sugiarsono pada majalah SWA, Riset oleh: Leni Siskawati.
0 Response to "Kisah Sukses bisnis apparel VF Corp, perusahaan yang memproduksi pakaian berbagai merek terkenal"
Posting Komentar