Kendala dan Strategi Pengembangan Pasar Modal Berbasis Syariah
Investasi dalam Islam adalah salah satu kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki akan menjadi lebih produktif dan juga mendatangkan manfaat untuk orang lain.
Aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki juga di dalam Al-Quran dilarang dengan tegas (9:33).
Agar seruan investasi tersebut dapat terimplementasi, maka suatu sarana untuk berinvestasi perlu diciptakan.
Sekarang ini, orang memiliki banyak pilihan untuk berinvestasi, salah satunya dengan menanamkan hartanya di pasar modal.
Pada dasarnya, Pasar Modal dapat diartikan sebagai pasar untuk berbagai instrument keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang dapat diperjualbelikan baik dalam bentuk modal sendiri maupun dalam bentuk utang.
Baca juga: Gebyar Industri e-Commerce Indonesia di Tahun 2015
Pasar modal termasuk dalam salah satu pilar penting perekonomian dunia saat ini. Institusi pasar modal banyak digunakan oleh pelaku industri dan perusahaan sebagai media untuk menyerap investasi serta memperkuat posisi keuangan perusahaannya.
Seperti diutarakan oleh Irfan Syawqy, secara factual pasar modal sudah menjadi saraf finansial dunia (financial nerve-centre) dalam dunia ekonomi modern.
Bahkan, tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik, perekonomian modern tidak akan mungkin dapat eksis.
Perbedaan Spekulan dan Pelaku Bisnis (Investor)
Pasar modal sebagai institusi keuangan modern tak terlepas dari berbagai kelemahan dan kesalahan. Salah satunya ialah tindakan spekulasi.
Pelaku bisnis di bidang investasi selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat bermacam analisis dan perhitungan, serta melakukan tindakan spekulasi di dalam pembelian ataupun penjualan saham.
Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Namun, aktivitas tersebut tidak selamanya memberi keuntungan, terutama ketika menimbulkan depresi yang luar biasa.
Menurut derajat ketidakpastian yang dihadapinya, dalam pasar modal dibedakan antara spekulan dengan pelaku bisnis (investor), antara lain:
1. Spekulan cenderung memiliki tujuan untuk mendapatkan gain yang biasanya dilakukan dengan upaya “goreng-menggoreng” saham. Sedangkan investor benar-benar memanfaatkan pasar modal sebagai saranan untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan Tbk yang diyakini baik dan menguntungkan.
2. Meskipun ada kemiripan, sesungguhnya spekulasi bukan merupakan investasi. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah pada spiritnya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk memperoleh keuntungan dengan menjualnya kembali secara “short therm”. Sementara para investor berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat “long therm”.
3. Spekulasi merupakan kegiatan “game of chance”, sedangkan dalam bisnis bersifat “game of skill”.
4. Spekulasi telah memberikan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, namun tak ada kontribusi apapun yang diberikan oleh mereka baik yang bersifat positif maupun produktif.
5. Spekulasi kerap menjadi sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Hingga saat ini, para ahli keuangan dan otoritas moneter senantiasa disibukkan untuk mengambil langkah-langkah dalam mengantisipasi tindakan serta dampak yang mungkin timbul dari permainan para spekulan.
6. Spekulasi merupakan sikap mental yang berorientasi “ingin cepat kaya”. Seseorang yang sudah terjebak dalam sikap mental seperti ini cenderung akan berusaha menghalalkan segala cara tanpa menghiraukan rambu-rambu agama maupun etika.
Oleh sebab itu, dalam Agama Islam tindakan spekulasi dilarang secara tegas. Secara diametral, spekulasi bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah.
Larangan melakukan spekulasi bukan karena ketidakpastian yang dihadapkannya, namun karena niat atau tujuan serta cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut demi keuntungan semata yang seringkali menimbulkan mudharat, negative result, dan bahaya (hazard).
Di pasar modal berbasis syariah, diperlukan adanya implementasi dalam bentuk aturan main yang mencegah praktik spekulasi, riba, gharar, dan masyir.
Salah satunya adalah dengan adanya penetapan minimum holding period (jangka waktu memegang saham minimum).
Dengan adanya aturan semacam ini, saham tidak dapat diperjualbelikan setiap saat, sehingga motivasi untuk mencari keuntungan sesaat dari pergerakan harga saham semata akan dapat diredam.
Dengan demikian, saham-saham akan dapat diperjualbelikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional.
Di samping itu, sekuritas-sekuritas juga bisa diperjualbelikan dengan menggunakan mekanisme pasar sebagai penentu harga, sehingga capital gain dan profit sharing dari dividen bisa didapatkan secara layak.
Kendala Dalam Mengembangkan Pasar Modal Syariah
Menurut Nurul Huda, Ahli Pasar Modal Syariah Pascasarjana UI (2006), terdapat beberapa kendala yang mungkin dihadapi dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia, antara lain:
1. Belum adanya ketentuan yang menjadi legitimasi pasar modal syariah dari Bapepam atau Pemerintah, misalnya Undang-undang sebagai landasan hukumnya.
2. Pasar modal syariah selama ini lebih populer hanya dalam tatanan sebuah wacana namun pada praktiknya masih sulit dipisahkan dari riba, masyir dan gharar.
3. Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal memerlukan dukungan dari berbagai pihak karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index, dan Reksadana Syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi.
Strategi Pengembangan Pasar Modal Syariah
Berdasarkan ketiga kendala yang dihadapi di atas, maka beberapa strategi yang dapat dikembangkan antara lain:
1. Dibuatnya Undang-undang Pasar Modal Syariah guna mendukung keberadaan pasar modal syariah atau setidaknya ada penyempurnaan dalam UUPM No 8 Tahun 1995 sehingga diharapkan dapat semakin mendorong perkembangan pasar modal syariah.
2. Adanya peran aktif dari pelaku bisnis atau pengusaha muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami agar dapat memotivasi dan meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah.
3. Adanya rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam guna mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal.
4. Diperlukan dukungan dari para akademisi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah guna menanamkan pemahaman keberadaan pasar modal syariah di Indonesia.
Sumber:
http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id/?p=4165
Aktivitas penimbunan (iktinaz) terhadap harta yang dimiliki juga di dalam Al-Quran dilarang dengan tegas (9:33).
Agar seruan investasi tersebut dapat terimplementasi, maka suatu sarana untuk berinvestasi perlu diciptakan.
Sekarang ini, orang memiliki banyak pilihan untuk berinvestasi, salah satunya dengan menanamkan hartanya di pasar modal.
Pada dasarnya, Pasar Modal dapat diartikan sebagai pasar untuk berbagai instrument keuangan atau surat-surat berharga jangka panjang dapat diperjualbelikan baik dalam bentuk modal sendiri maupun dalam bentuk utang.
Baca juga: Gebyar Industri e-Commerce Indonesia di Tahun 2015
Pasar modal termasuk dalam salah satu pilar penting perekonomian dunia saat ini. Institusi pasar modal banyak digunakan oleh pelaku industri dan perusahaan sebagai media untuk menyerap investasi serta memperkuat posisi keuangan perusahaannya.
Seperti diutarakan oleh Irfan Syawqy, secara factual pasar modal sudah menjadi saraf finansial dunia (financial nerve-centre) dalam dunia ekonomi modern.
Bahkan, tanpa adanya pasar modal yang terorganisir dengan baik, perekonomian modern tidak akan mungkin dapat eksis.
Perbedaan Spekulan dan Pelaku Bisnis (Investor)
Pasar modal sebagai institusi keuangan modern tak terlepas dari berbagai kelemahan dan kesalahan. Salah satunya ialah tindakan spekulasi.
Pelaku bisnis di bidang investasi selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat bermacam analisis dan perhitungan, serta melakukan tindakan spekulasi di dalam pembelian ataupun penjualan saham.
Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Namun, aktivitas tersebut tidak selamanya memberi keuntungan, terutama ketika menimbulkan depresi yang luar biasa.
Menurut derajat ketidakpastian yang dihadapinya, dalam pasar modal dibedakan antara spekulan dengan pelaku bisnis (investor), antara lain:
1. Spekulan cenderung memiliki tujuan untuk mendapatkan gain yang biasanya dilakukan dengan upaya “goreng-menggoreng” saham. Sedangkan investor benar-benar memanfaatkan pasar modal sebagai saranan untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan Tbk yang diyakini baik dan menguntungkan.
2. Meskipun ada kemiripan, sesungguhnya spekulasi bukan merupakan investasi. Perbedaan mendasar di antara keduanya ialah pada spiritnya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk memperoleh keuntungan dengan menjualnya kembali secara “short therm”. Sementara para investor berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat “long therm”.
3. Spekulasi merupakan kegiatan “game of chance”, sedangkan dalam bisnis bersifat “game of skill”.
4. Spekulasi telah memberikan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, namun tak ada kontribusi apapun yang diberikan oleh mereka baik yang bersifat positif maupun produktif.
5. Spekulasi kerap menjadi sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Hingga saat ini, para ahli keuangan dan otoritas moneter senantiasa disibukkan untuk mengambil langkah-langkah dalam mengantisipasi tindakan serta dampak yang mungkin timbul dari permainan para spekulan.
6. Spekulasi merupakan sikap mental yang berorientasi “ingin cepat kaya”. Seseorang yang sudah terjebak dalam sikap mental seperti ini cenderung akan berusaha menghalalkan segala cara tanpa menghiraukan rambu-rambu agama maupun etika.
Oleh sebab itu, dalam Agama Islam tindakan spekulasi dilarang secara tegas. Secara diametral, spekulasi bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah.
Larangan melakukan spekulasi bukan karena ketidakpastian yang dihadapkannya, namun karena niat atau tujuan serta cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut demi keuntungan semata yang seringkali menimbulkan mudharat, negative result, dan bahaya (hazard).
Di pasar modal berbasis syariah, diperlukan adanya implementasi dalam bentuk aturan main yang mencegah praktik spekulasi, riba, gharar, dan masyir.
Salah satunya adalah dengan adanya penetapan minimum holding period (jangka waktu memegang saham minimum).
Dengan adanya aturan semacam ini, saham tidak dapat diperjualbelikan setiap saat, sehingga motivasi untuk mencari keuntungan sesaat dari pergerakan harga saham semata akan dapat diredam.
Dengan demikian, saham-saham akan dapat diperjualbelikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional.
Di samping itu, sekuritas-sekuritas juga bisa diperjualbelikan dengan menggunakan mekanisme pasar sebagai penentu harga, sehingga capital gain dan profit sharing dari dividen bisa didapatkan secara layak.
Kendala Dalam Mengembangkan Pasar Modal Syariah
Menurut Nurul Huda, Ahli Pasar Modal Syariah Pascasarjana UI (2006), terdapat beberapa kendala yang mungkin dihadapi dalam mengembangkan pasar modal syariah di Indonesia, antara lain:
1. Belum adanya ketentuan yang menjadi legitimasi pasar modal syariah dari Bapepam atau Pemerintah, misalnya Undang-undang sebagai landasan hukumnya.
2. Pasar modal syariah selama ini lebih populer hanya dalam tatanan sebuah wacana namun pada praktiknya masih sulit dipisahkan dari riba, masyir dan gharar.
3. Sosialisasi instrumen syariah di pasar modal memerlukan dukungan dari berbagai pihak karena ternyata perkembangan Jakarta Islamic Index, dan Reksadana Syariah kurang tersosialisasi dengan baik sehingga perlu dukungan dari berbagai pihak, baik dari kalangan praktisi maupun akademisi.
Strategi Pengembangan Pasar Modal Syariah
Berdasarkan ketiga kendala yang dihadapi di atas, maka beberapa strategi yang dapat dikembangkan antara lain:
1. Dibuatnya Undang-undang Pasar Modal Syariah guna mendukung keberadaan pasar modal syariah atau setidaknya ada penyempurnaan dalam UUPM No 8 Tahun 1995 sehingga diharapkan dapat semakin mendorong perkembangan pasar modal syariah.
2. Adanya peran aktif dari pelaku bisnis atau pengusaha muslim untuk membentuk kehidupan ekonomi yang islami agar dapat memotivasi dan meningkatkan image pelaku pasar terhadap keberadaan instrumen pasar modal yang sesuai dengan syariah.
3. Adanya rencana jangka pendek dan jangka panjang oleh Bapepam guna mengakomodir perkembangan instrumen-instrumen syariah dalam pasar modal.
4. Diperlukan dukungan dari para akademisi dalam melakukan kajian-kajian ilmiah mengenai pasar modal syariah guna menanamkan pemahaman keberadaan pasar modal syariah di Indonesia.
Sumber:
http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id/?p=4165
0 Response to "Kendala dan Strategi Pengembangan Pasar Modal Berbasis Syariah"
Posting Komentar