7 Dampak Negatif Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing di Indonesia

7 Dampak Negatif Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing di Indonesia
Latar belakang berjalannya sistem kerja kontrak dan outsourcing di Indonesia tentu bukan tanpa alasan.

Berawal dari dimulainya kebijakan perbaikan iklim investasi yang tujuannya ialah untuk memperbaiki daya saing perusahaan yang sedang didera krisis ekonomi dengan mengurangi pengeluaran di sisi ketenagakerjaan. 

Bisa diperkirakan dari adanya tujuan awal tersebut, adanya kebijakan terkait sistem kerja kontrak dan outsourcing tentunya akan lebih menguntungkan pihak perusahaan.

Walaupun selanjutnya banyak pendapat yang muncul dari kalangan pengusaha bahwa adanya sistem kerja kontrak dan outsourcing juga diperlukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan terciptanya lapangan pekerjaan yang bisa dimasuki oleh para generasi pekerja baru.
Dari situ, bisa kita tarik kesimpulan bahwa adanya sistem kerja kontrak dan outsourcing memberikan dampak positif bagi perusahaan antara lain penurunan biaya tenaga kerja, meningkatkan keuntungan perusahaan, meningkatnya kemampuan bersaing untuk perusahaan dan bagi sumber daya manusia sebagai tenaga kerja perusahaan. 

Sedangkan banyak kalangan buruh atau serikat pekerja yang menilai bahwa adanya sistem kerja kontrak maupun outsourcing memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi buruh, berikut ini adalah penjelasannya:


1. Ketidakpastian Jangka Waktu Pekerjaan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan termasuk juga yang berada dalam sistem outsourcing jenis pekerjaannya adalah pekerjaan sementara atau buruh hanya akan dipekerjakan untuk jangka waktu tertentu saja.

Ketidakpastian terhadap jangka waktu kerja inilah yang kemudian bagi para buruh menjadi kekhawatiran bilamana sewaktu-waktu diberhentikan dan kembali harus mencari pekerjaan lain.

Terlebih lagi seperti kita ketahui bahwa mencari pekerjaan di zaman sekarang ini kian sulit, usiapun menentukan tingkat persaingan tenaga kerja, di mana banyak perusahaan sekarang ini lebih banyak merekrut tenaga-tenaga kerja muda terutama usia di bawah 25 tahun dibandingkan dengan tenaga kerja berusia di atas 25 tahun.

Belum lagi soal pesangon, sangat kecil kemungkinan pekerja kontrak untuk bisa mendapatkan pesangon, karena tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membayarkan pesangon kepada pekerja dengan sistem kontrak (PKWT).


2. Kurangnya Kesejahteraan dan Perlindungan Kerja Terhadap Kaum Buruh

Ketentuan mengenai upah dan kesejahteraan untuk pekerja kontrak (PKWT) hanyalah sesuai dengan kontrak yang dibuat, di mana perjanjian kontrak yang sering terjadi lebih memposisikan buruh di pihak yang lemah. 

Oleh sebab itu, terjadi kesenjangan kesejahteraan di mana upah atau tunjangan yang diterima oleh pekerja kontrak biasanya lebih rendah dari pekerja tetap.

Di samping itu, banyak pula perusahaan yang tidak mengikutsertakan para pekerja kontrak dan outsourcing-nya dalam program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).


3. Tidak Adanya Kompensasi Jika Diberhentikan

Tidak ada ketentuan yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan kompensasi kepada pekerja kontrak atau outsourcing ketika masa kerja mereka telah berakhir atau mengalami PHK sebelum masa kontrak habis, kecuali memang tertera dalam perjanjian. 

Berbeda dengan para karyawan tetap yang berhak memperoleh kompensasi misalnya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak ketika mereka diberhentikan dari pekerjaan.

Hal tersebut kemudian menjadi permasalahan ketika masa kerja antara karyawan kontrak dan karyawan tetap sama, namun mendapatkan hak yang berbeda akibat adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).


4. Banyaknya Potongan Penghasilan Oleh Perusahaan Outsourcing

Dengan perannya sebagai penyalur tenaga kerja kepada perusahaan, pihak outsourcing juga tentu ingin mendapatkan keuntungan.

Sayangnya, keuntungan tersebut bukan dimintakan kepada perusahaan secara langsung, namun dengan cara menerapkan biaya maupun potongan yang akan dilakukan pada penghasilan pekerja. Akibatnya, penghasilan yang diterima oleh pekerja outsourcing pun menjadi semakin rendah pula.


5. Timbulnya Stratifikasi Sosial Pekerja pada Suatu Perusahaan

Mungkin Anda yang masih berstatus pekerja kontrak sering atau pernah mengalami, adanya pemberlakuan sistem kerja kontrak dan outsourcing di perusahaan kemudian menimbulkan semacam stratifikasi sosial di pihak pekerja.

Biasanya pada suatu perusahaan akan terdapat 3 golongan pekerja, yaitu karyawan tetap, karyawan kontrak dan karyawan outsourcing.

Pengelompokkan tersebut umumnya secara tidak langsung membawa efek stratifikasi dan jarak terhadap perilaku sosial di antara kalangan pekerja pada suatu perusahaan.

Sehingga menimbulkan implikasi negatif terhadap solidaritas dan kesadaran bersama sebagai seorang buruh.


6. Adanya Diskriminasi Usia dan Status Perkawinan

Adanya sistem kerja kontrak dan outsourcing menimbulkan kecenderungan di pihak perusahaan untuk hanya merekrut pekerja-pekerja baru yang berusia muda.

Dan biasanya dengan alasan produktivitas, perusahaan mensyaratkan pada lowongan pekerjaannya hanya untuk yang berusia antara 18 hingga 25 tahun dan berstatus lajang.

Sedangkan bagi mereka yang telah berusia di atasnya serta telah berkeluarga kemudian menjadi kehilangan kesempatan untuk dapat memperoleh pekerjaan dan memiliki penghasilan.


7. Pekerja Kontrak Sulit untuk Berkarir

Masa kerja kontrak yang terbatas menjadi beban bagi para pekerja kontrak dan outsourcing, sehingga mereka jadi sering berpindah-pindah pekerjaan sehingga seringkali masa kerja harus dimulai lagi dari nol.

Hal ini tentu saja mengakibatkan peluang karyawan kontrak untuk meningkatkan status dan berkarir menjadi semakin sulit.


Secara umum, bisa kita rasakan bagaimana efek atau dampak negatif yang timbul dari adanya sistem kerja kontrak dan outsourcing di Indonesia.

Pada praktiknya, perusahaan jadi cenderung eksploitatif karena adanya perbedaan hak yang didapatkan oleh pekerja kontrak dan outsourcing, padahal dibandingkan dengan para pekerja yang telah berstatus tetap, pekerja kontrak memiliki kewajiban pekerjaan yang sama, jam kerja yang sama, dan bekerja di tempat yang sama pula.

Bahkan tidak jarang para pekerja kontrak dan outsourcing ini harus mengeluarkan biaya untuk bisa memperoleh atau mempertahankan pekerjaannya tersebut.

Sumber:
https://shnajitama.wordpress.com/2011/05/05/sekilas-tentang-sistem-kerja-kontrak-dan-outsourcing-di-indonesia/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "7 Dampak Negatif Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing di Indonesia"

Posting Komentar