Alasan Mengapa Pengusaha Tidak Bisa Melakukan PHK Secara Sepihak
Pada dasarnya, pengusaha dan pekerja terikat dalam sebuah perjanijan kerja, sehingga perjanjian kerja yang hendak diakhiri oleh pengusaha sebelum jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya, maka pengusaha wajib membayar ganti rugi kepada pekerja sebesar upahnya sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Besaran upah yang berhak diterima karyawan inilah yang kemudian sering menimbulkan permasalahan antara pekerja dengan pengusaha.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (UU No 13/2003) tentang Ketenagakerjaan, pemutus hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan proses yang pelik baik bagi pengusaha ataupun pekerja, sehingga perkara terkait PHK menjadi salah satu perkara yang paling sering ditemui dari sekian banyak perkara yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Kementerian Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa pengusaha tidak bisa melakukan PHK kepada pekerja (buruh) secara sepihak tanpa adanya kesepakatan atau perjanjian bersama.
Kesepakatan atau perjanjian bersama, atau penetapan, atau izin terkait pekerja dan pengusaha ditangani oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau pengadilan hubungan industrial, seperti yang dikatakan oleh Ruslan Irianto Simbolon selaku Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Perusahaan juga harus mematuhi ketentuan mengenai PHK yang terdapat dalam UU No 13/2003. Banyak sekali aspek yang perlu diperhatikan dalam proses PHK ini, khususnya oleh para pengusaha agar jangan sampai melanggar hak pekerja dan terseret dalam kasus di pengadilan hubungan industrial.
Aspek-aspek tersebut antara lain: alasan PHK, besaran pesangon, uang penghargaan, uang pengganti hak, hingga pada besaran upah proses.
Kemenaker juga menyebutkan bahwa apabila pengusaha tetap bersikeras hendak melakukan PHK terhadap pekerja, maka pengusaha yang bersangkutan diwajibkan untuk merundingkan maksud PHK tersebut dengan serikat pekerja atau serikat buruh, terutama apabila pekerja buruh yang bersangkutan menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh.
Jadi, pelaksanaan pemutusan hubungan kerja hanya diselesaikan secara bipartite atau internal.
Kendati demikian, ketidaksepakatan dalam perundingan penyelesaian pemutusan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja sering sekali terjadi. Namun yang harus menjadi catatan, bahwa pengusaha tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pekerja/buruh sebelum mendapat penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Sumber:
http://www.suara.com/bisnis/2015/03/11/105157/pengusaha-bisa-phk-karyawan-setelah-melakukan-ini
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e8ae246a3fe/tatacara-melakukan-pemutusan-hubungan-kerja-berdasarkan-undang-undang-nomor-13-tahun-2003-dan-undang-undang-nomor-2-tahun-2004-angkatan-ke-iii
Gambar: www.jobloker.co.id
Besaran upah yang berhak diterima karyawan inilah yang kemudian sering menimbulkan permasalahan antara pekerja dengan pengusaha.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 (UU No 13/2003) tentang Ketenagakerjaan, pemutus hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan proses yang pelik baik bagi pengusaha ataupun pekerja, sehingga perkara terkait PHK menjadi salah satu perkara yang paling sering ditemui dari sekian banyak perkara yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Kementerian Ketenagakerjaan, menegaskan bahwa pengusaha tidak bisa melakukan PHK kepada pekerja (buruh) secara sepihak tanpa adanya kesepakatan atau perjanjian bersama.
Kesepakatan atau perjanjian bersama, atau penetapan, atau izin terkait pekerja dan pengusaha ditangani oleh Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau pengadilan hubungan industrial, seperti yang dikatakan oleh Ruslan Irianto Simbolon selaku Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Perusahaan juga harus mematuhi ketentuan mengenai PHK yang terdapat dalam UU No 13/2003. Banyak sekali aspek yang perlu diperhatikan dalam proses PHK ini, khususnya oleh para pengusaha agar jangan sampai melanggar hak pekerja dan terseret dalam kasus di pengadilan hubungan industrial.
Aspek-aspek tersebut antara lain: alasan PHK, besaran pesangon, uang penghargaan, uang pengganti hak, hingga pada besaran upah proses.
Kemenaker juga menyebutkan bahwa apabila pengusaha tetap bersikeras hendak melakukan PHK terhadap pekerja, maka pengusaha yang bersangkutan diwajibkan untuk merundingkan maksud PHK tersebut dengan serikat pekerja atau serikat buruh, terutama apabila pekerja buruh yang bersangkutan menjadi anggota serikat pekerja atau serikat buruh.
Jadi, pelaksanaan pemutusan hubungan kerja hanya diselesaikan secara bipartite atau internal.
Kendati demikian, ketidaksepakatan dalam perundingan penyelesaian pemutusan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja sering sekali terjadi. Namun yang harus menjadi catatan, bahwa pengusaha tidak dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan pekerja/buruh sebelum mendapat penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Sumber:
http://www.suara.com/bisnis/2015/03/11/105157/pengusaha-bisa-phk-karyawan-setelah-melakukan-ini
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52e8ae246a3fe/tatacara-melakukan-pemutusan-hubungan-kerja-berdasarkan-undang-undang-nomor-13-tahun-2003-dan-undang-undang-nomor-2-tahun-2004-angkatan-ke-iii
Gambar: www.jobloker.co.id
0 Response to "Alasan Mengapa Pengusaha Tidak Bisa Melakukan PHK Secara Sepihak"
Posting Komentar