Tiga Aliran Terkenal Tentang Epistimologi
Epistimologi, pertama mendengarnya mungkin anda akan berpikir “ih, jenis makanan apaan tuh?” tapi sadarlah, ini bukan jenis makanan, mungkin anda yang sebenarnya sedang kelaparan. Makanya, kalau pagi sebelum berangkat kuliah sempatkan diri tuk sarapan.... hehe.
Pada intinya, Epistimologi ini membahas tentang sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut. Secara bahasa Epistimologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan logos yang berarti pengetahuan atau informasi.
Maka, bisa dikatakan kalau epistimologi berarti pengetahuan mengenai pengetahuan. Bingung ya? Atau bisa juga disebut filsafat pengetahuan, namun ada juga yang menyebut asal-usul pengetahuan, anggapan dasar pengetahuan, tabiat pengetahuan, kecermatan pengetahuan, dan lain-lain.
Baca juga: 3 Siklus Dasar Dalam Manajemen Suatu Perusahaan
Berbicara tentang Epistimologi ada beberapa aliran yang mendefinisikannya, namun diantara yang paling populer dan mengalami perdebatan terus-menerus secara sengit yaitu empirisme dan rasionalisme.
Empirisme kaitannya dengan Epistimologi ini mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderanya. John Lock (1632-1704) yang merupakan bapak dari aliran empirisme dan terkenal dengan teorinya “tabula rasa” (secara bahasa artinya meja lilin).
Namun, berbicara tentang Epistimologi, aliran empirisme ini memiliki banyak kelemahan, yaitu:
1. Kemampuan indera manusia terbatas, contohnya benda yang jaraknya jauh akan terlihat lebih kecil dari ukuran sebenarnya.
2. Terkadang indera bisa menipu atau ada beberapa objek yang bisa menipu indera, misalnya orang yang mengalami ilusi, halusinasi dan adanya fatamorgana.
3. Terdapat kekurangan pada indera dan sekaligus objek dari indera tersebut, misalnya mata manusia tidak bisa melihat objek benda secara keseluruhan atau yang tampak hanyalah bagian benda yang menghadap ke mata manusia.
Aliran yang berikutnya adalah Rasionalisme. Secara singkat, aliran ini menyatakan bahwa dasar kepastian pengetahuan adalah akal.
Benar tidaknya pengetahuan hanya dapat diukur dan diperoleh dengan akal. Menurut aliran ini, diperolehnya pengetahuan melalui kegiatan akal manusia dalam menangkap objek.
Biasanya, orang akan menyebut Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak dari aliran ini. Padahal Rasionalisme sudah ada sejak pada masa Yunani kuno.
Aliran ini menyatakan bahwa kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan karena lemahnya indera manusia dapat dikoreksi menggunakan akal. Walaupun demikian, penggunaan indera dalam memperoleh pengetahuan tidak dipungkiri oleh Rasionalisme.
Untuk merangsang akal, pengalaman indera sangat diperlukan dan akal dapat bekerja karena mendapat bahan-bahan yang diberikan oleh indera.
Namun, laporan indera merupakan bahan yang kacau dan belum jelas. Kemudian bahan laporan dari indera tadi dipertimbangkan oleh akal dalam pengalamannya berpikir.
Selain dua aliran tersebut di atas, sebenarnya ada satu aliran lagi yang terbilang baru namun sama-sama populer, Ahmad Tafsir dan Endang Saefuddin Anshari menyebut aliran ini dengan Intuisionisme.
Aliran intuisionisme menganggap bahwa indera dan akal keduanya sama-sama terbatas. Objek yang kita tangkap itu cenderung berubah-ubah, jadi pengetahuan manusia tentang suatu objek juga akan selalu berubah-ubah.
Hanry Bergson (1859-1941) merupakan bapak dari aliran ini. Terbatasnya indera dan akal membuat manusia kemudian membutuhkan satu kemampuan tingkat tinggi lainnya yaitu intuisi.
Kemampuan ini hampir sama dengan insting, namun memiliki perbedaan dalam kesadaran dan kebebasannya. Aliran ini mempunyai kemiripan dengan iluminasionisme.
Sedangkan Ahmad Tafsir mengemukakan kalau paham seperti itu dalam Islam disebut dengan teori Kasyf. Teori Kasyf menyatakan bahwa manusia bagi yang hatinya bersih memiliki kesanggupan untuk menerima pengetahuan yang datangnya langsung dari Tuhan.
Melalui latihan yang dalam, kemampuan tersebut dapat diupayakan, latihan ini disebut juga dengan suluk atau secara lebih spesifik dinamakan riyadlah.
Dari ketiga aliran yang sudah disebutkan di atas, yang mempunyai perbedaan mencolok tentang teori epistimologi adalah teori empirisme dan teori rasionalisme. Jika rasionalisme bisa diidentikan dengan teori koherensi, sedangkan empirisme lebih identik dengan korespondensi.
Demikian sedikit bahasan tentang Epistimologi di posting kami kali ini, semoga bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan anda.
Sumber: http://e-je.blogspot.com/2009/01/epistimologi.html
Pada intinya, Epistimologi ini membahas tentang sumber-sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan tersebut. Secara bahasa Epistimologi berasal dari bahasa Yunani, Episteme artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan, dan logos yang berarti pengetahuan atau informasi.
Maka, bisa dikatakan kalau epistimologi berarti pengetahuan mengenai pengetahuan. Bingung ya? Atau bisa juga disebut filsafat pengetahuan, namun ada juga yang menyebut asal-usul pengetahuan, anggapan dasar pengetahuan, tabiat pengetahuan, kecermatan pengetahuan, dan lain-lain.
Baca juga: 3 Siklus Dasar Dalam Manajemen Suatu Perusahaan
Berbicara tentang Epistimologi ada beberapa aliran yang mendefinisikannya, namun diantara yang paling populer dan mengalami perdebatan terus-menerus secara sengit yaitu empirisme dan rasionalisme.
Empirisme kaitannya dengan Epistimologi ini mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman inderanya. John Lock (1632-1704) yang merupakan bapak dari aliran empirisme dan terkenal dengan teorinya “tabula rasa” (secara bahasa artinya meja lilin).
Namun, berbicara tentang Epistimologi, aliran empirisme ini memiliki banyak kelemahan, yaitu:
1. Kemampuan indera manusia terbatas, contohnya benda yang jaraknya jauh akan terlihat lebih kecil dari ukuran sebenarnya.
2. Terkadang indera bisa menipu atau ada beberapa objek yang bisa menipu indera, misalnya orang yang mengalami ilusi, halusinasi dan adanya fatamorgana.
3. Terdapat kekurangan pada indera dan sekaligus objek dari indera tersebut, misalnya mata manusia tidak bisa melihat objek benda secara keseluruhan atau yang tampak hanyalah bagian benda yang menghadap ke mata manusia.
Aliran yang berikutnya adalah Rasionalisme. Secara singkat, aliran ini menyatakan bahwa dasar kepastian pengetahuan adalah akal.
Benar tidaknya pengetahuan hanya dapat diukur dan diperoleh dengan akal. Menurut aliran ini, diperolehnya pengetahuan melalui kegiatan akal manusia dalam menangkap objek.
Biasanya, orang akan menyebut Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak dari aliran ini. Padahal Rasionalisme sudah ada sejak pada masa Yunani kuno.
Aliran ini menyatakan bahwa kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan karena lemahnya indera manusia dapat dikoreksi menggunakan akal. Walaupun demikian, penggunaan indera dalam memperoleh pengetahuan tidak dipungkiri oleh Rasionalisme.
Untuk merangsang akal, pengalaman indera sangat diperlukan dan akal dapat bekerja karena mendapat bahan-bahan yang diberikan oleh indera.
Namun, laporan indera merupakan bahan yang kacau dan belum jelas. Kemudian bahan laporan dari indera tadi dipertimbangkan oleh akal dalam pengalamannya berpikir.
Selain dua aliran tersebut di atas, sebenarnya ada satu aliran lagi yang terbilang baru namun sama-sama populer, Ahmad Tafsir dan Endang Saefuddin Anshari menyebut aliran ini dengan Intuisionisme.
Aliran intuisionisme menganggap bahwa indera dan akal keduanya sama-sama terbatas. Objek yang kita tangkap itu cenderung berubah-ubah, jadi pengetahuan manusia tentang suatu objek juga akan selalu berubah-ubah.
Hanry Bergson (1859-1941) merupakan bapak dari aliran ini. Terbatasnya indera dan akal membuat manusia kemudian membutuhkan satu kemampuan tingkat tinggi lainnya yaitu intuisi.
Kemampuan ini hampir sama dengan insting, namun memiliki perbedaan dalam kesadaran dan kebebasannya. Aliran ini mempunyai kemiripan dengan iluminasionisme.
Sedangkan Ahmad Tafsir mengemukakan kalau paham seperti itu dalam Islam disebut dengan teori Kasyf. Teori Kasyf menyatakan bahwa manusia bagi yang hatinya bersih memiliki kesanggupan untuk menerima pengetahuan yang datangnya langsung dari Tuhan.
Melalui latihan yang dalam, kemampuan tersebut dapat diupayakan, latihan ini disebut juga dengan suluk atau secara lebih spesifik dinamakan riyadlah.
Dari ketiga aliran yang sudah disebutkan di atas, yang mempunyai perbedaan mencolok tentang teori epistimologi adalah teori empirisme dan teori rasionalisme. Jika rasionalisme bisa diidentikan dengan teori koherensi, sedangkan empirisme lebih identik dengan korespondensi.
Demikian sedikit bahasan tentang Epistimologi di posting kami kali ini, semoga bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan anda.
Sumber: http://e-je.blogspot.com/2009/01/epistimologi.html
0 Response to "Tiga Aliran Terkenal Tentang Epistimologi"
Posting Komentar