Seorang Lumpuh yang Mampu Memiliki Tiga Toko Elektronik
Siapapun berhak untuk sukses, kekurangan fisik bukanlah penghalang seseorang untuk meraih kesuksesan.
Begitulah yang tercermin pada Sugimun, seorang pemilik tiga unit toko elektronik di Magetan Jawa Timur yang bernama toko “Cahaya Baru”.
Suatu ketika pernah Sugimun dikira seorang pengemis karena menggunakan kursi roda saat pergi ke sebuah show room hendak membeli mobil.
Tentu saja setelah itu karyawan show room yang mengira dirinya pengemis langsung merasa malu dan meminta maaf kepadanya.
Simak juga: Bocah Berusia 13 Tahun Sudah Menjadi Pengusaha di Bidang Teknologi
Lahir tahun 1970, di Dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur, Sugimun merupakan pemilik dari tiga toko elektronik yang namanya cukup terkenal di Kota Magetan.
Toko “Cahaya Baru” dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar, omsetnya sudah mencapai Rp 150 juta per bulan. Sebuah harapan baru bagi diri dan keluarganya, itulah mengapa tokonya diberi nama “Cahaya Baru”.
Sugimun bisa berhasil seperti sekarang diakui tidak lepas dari usaha dan doa ibunya. Sugimun sudah cacat sejak kecil, dan juga dibesarkan dari keluarga miskin. Bahkan, ia tidak sempat mengenyam pendidikan formal. Kehidupan Sugimun mulai berubah ketika ia berusia 19 tahun.
Waktu itu, perangkat desa dan beberapa orang dari Dinas Sosial datang ke rumahnya dan mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan, rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di Kota Bangil Jawa Timur.
Ia mulai mengikuti bimbingan fisik dan mental di tempat tersebut, selain itu juga diberikan pendidikan kejar Paket A. Awalnya ia merasa minder karena semua temannya di panti tersebut memiliki pendidikan formal baik SD, SMP, bahkan ada pula yang lulusan SMA.
Sedangkan ia mengenal baca tulis pun tidak. Namun, ia memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk bangkit. Ia tidak ingin hidupnya selalu bergantung pada orang lain, rasa rendah diri itu dibuangnya jauh-jauh.
Di panti “Suryatama” itulah ia belajar keterampilan reparasi alat elektronik seperti radio, sound system, televisi, kipas angin, dan lain-lain.
Dua tahun ia mengikuti program pelatihan tersebut, Sugimun kembali pulang ke kampung. Berbekal keterampilannya, ia kemudian coba mencari kerja di tempat-tempat usaha reparasi elektronik. Namun sayang, semua menolaknya.
Mungkin mereka berpikir kalau Sugimun tidak cukup mampu untuk bekerja dengan baik karena kondisi fisik yang seperti ini. Bahkan, ia seringkali dikira pengemis ketika sedang melamar pekerjaan.
Akhirnya ada temannya yang memiliki bengkel elektronik mau menerimanya bekerja. Itupun, karena suatu alasan, tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk pulang kampung saja. Ia kembali mencoba melamar pekerjaan di kota kelahirannya.
Lagi-lagi hanya penolakan yang sering didapatnya. Kejadian demi kejadian membawanya pada sebuah kesimpulan bahwa untuk bisa bekerja, ia harus membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri.
Berkat Restu dan Doa Sang Bunda
Sugimun nekat ingin membuka usaha sendiri, ibunya merestui dengan memberika perhiasan emas miliknya yang waktu itu senilai Rp 15.000 (tahun 1992). Dari uang itu, sebagian ia pakai untuk menyewa lapak di emperan pasar sayur Magetan.
Di tempat yang mungil itu ia membuka usaha saja reparasi elektronik serta menjual gas isi korek api. Setiap hari ia melayani pelanggan dengan perlengkapan seadanya.
Perjuangan keras harus dijalaninya setiap hari. Bayangkan saja jarak perjalanan dari rumah sampai ke tempat usahanya cukup jauh. Dari desanya yang terpencil, Sugimun mesti berjuang menempuh jarak satu kilometer hingga sampai di tempat mangkal angkutan umum yang membawanya ke kios.
Belum lagi harus naik-turun angkutan umum. Mungkin bagi orang yang fisiknya normal, hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi bagi Sugimun yang kakinya layuh (lumpuh) akibat polio semenjak kecil, sungguh terasa berat.
Namun, ia tetap yakin bahwa Allah Maha Adil, Pengasih dan Pemurah. Dengan penuh kesungguhan dan ketelatenan, ia selalu menepati janjinya dalam perbaikan elektronik karena berusaha meraih kepercayaan para pelanggan.
Berbagai pekerjaannya selalu diusahakan selesai tepat waktu. Pelayanannya kepada pelanggan juga ramah dan tidak pelit dalam menjelaskan tentang kerusakan dan onderdil yang dalam perbaikan, termasuk harga dan kualitas onderdil yang bermacam-macam.
Kepercayaan pelanggannya kian tumbuh, kiosnya semakin ramai pelanggan dan kebutuhan akan onderdil elektronik juga semakin meningkat. Ia membaca ini sebagai peluang.
Mulai Disisihkan uangnya sedikit demi sedikit sebagai modal pembelian onderdil dan melengkapi kiosnya dengan barang-barang elektronik untuk dijual kembali. Karena barangnya semakin lama tambah banyak, kemudian ia memberanikan diri untuk membeli sebuah toko.
Hingga akhirnya kini ia bisa memiliki tiga toko, tentu melalui perjalanan yang panjang dan proses yang berat. Luar biasanya lagi, kesuksesan tidak membuat dirinya lupa kepada sesama, Sugimun juga membantu orang-orang di sekitar daerahnya.
Ia membina beberapa anak yatim dan anak cacat agar mempunyai keterampilan yang berguna bagi masa depan mereka kelak, diberikannya kesempatan pendidikan dan keterampilan kepada mereka.
Pengalaman masa lalu membuatnya sadar, pendidikan dan keterampilan sangat berguna bagi orang-orang cacat sepertinya. Keterbatasan fisik yang mereka miliki memang kerap membuatnya dipandang sebelah mata, sulit bersaing di dalam dunia kerja.
Keterampilan dan motivasi merupakan hal yang sangat berharga untuk memompa semangat mereka menjalani kehidupan.
Sugimun selalu bersyukur, dirinya hanya cacat fisik, bukan cacat rohani. Ia tidak ingin jatuh terpuruk mengharap belas kasih orang lain, cita-citanya untuk dapat hidup mandiri kini telah tercapai.
Meski secara fisik tidak sempurna, namun ia mampu berbuat lebih, bahkan dari apa yang bisa dilakukan oleh orang normal. Itulah rahasia Allah, dibalik kekurangan fisik yang dimilikinya tetap diberi kemampuan dan mental yang luar biasa, dan bisa membantu sesama.
Sumber/gambar:
(Suara Hidayatullah, Edisi 1/XXVI/Mei 2013/Jumadil Ahir/1434)
http://kevinherivo.blogspot.com/2013/10/bos-lumpuh-yang-dulu-dianggap-pengemis.html?showComment=1426514259001#c4150480687003743198
Begitulah yang tercermin pada Sugimun, seorang pemilik tiga unit toko elektronik di Magetan Jawa Timur yang bernama toko “Cahaya Baru”.
Suatu ketika pernah Sugimun dikira seorang pengemis karena menggunakan kursi roda saat pergi ke sebuah show room hendak membeli mobil.
Tentu saja setelah itu karyawan show room yang mengira dirinya pengemis langsung merasa malu dan meminta maaf kepadanya.
Simak juga: Bocah Berusia 13 Tahun Sudah Menjadi Pengusaha di Bidang Teknologi
Lahir tahun 1970, di Dusun Mojopuro, Magetan, Jawa Timur, Sugimun merupakan pemilik dari tiga toko elektronik yang namanya cukup terkenal di Kota Magetan.
Toko “Cahaya Baru” dikenal sebagai toko elektronik yang cukup besar, omsetnya sudah mencapai Rp 150 juta per bulan. Sebuah harapan baru bagi diri dan keluarganya, itulah mengapa tokonya diberi nama “Cahaya Baru”.
Sugimun bisa berhasil seperti sekarang diakui tidak lepas dari usaha dan doa ibunya. Sugimun sudah cacat sejak kecil, dan juga dibesarkan dari keluarga miskin. Bahkan, ia tidak sempat mengenyam pendidikan formal. Kehidupan Sugimun mulai berubah ketika ia berusia 19 tahun.
Waktu itu, perangkat desa dan beberapa orang dari Dinas Sosial datang ke rumahnya dan mengajak Sugimun mengikuti program penyantunan, rehabilitasi sosial dan penyandang cacat di Panti Sosial Bina Daksa (PSDB) “Suryatama” di Kota Bangil Jawa Timur.
Ia mulai mengikuti bimbingan fisik dan mental di tempat tersebut, selain itu juga diberikan pendidikan kejar Paket A. Awalnya ia merasa minder karena semua temannya di panti tersebut memiliki pendidikan formal baik SD, SMP, bahkan ada pula yang lulusan SMA.
Sedangkan ia mengenal baca tulis pun tidak. Namun, ia memiliki semangat dan tekad yang kuat untuk bangkit. Ia tidak ingin hidupnya selalu bergantung pada orang lain, rasa rendah diri itu dibuangnya jauh-jauh.
Di panti “Suryatama” itulah ia belajar keterampilan reparasi alat elektronik seperti radio, sound system, televisi, kipas angin, dan lain-lain.
Dua tahun ia mengikuti program pelatihan tersebut, Sugimun kembali pulang ke kampung. Berbekal keterampilannya, ia kemudian coba mencari kerja di tempat-tempat usaha reparasi elektronik. Namun sayang, semua menolaknya.
Mungkin mereka berpikir kalau Sugimun tidak cukup mampu untuk bekerja dengan baik karena kondisi fisik yang seperti ini. Bahkan, ia seringkali dikira pengemis ketika sedang melamar pekerjaan.
Akhirnya ada temannya yang memiliki bengkel elektronik mau menerimanya bekerja. Itupun, karena suatu alasan, tidak sampai satu tahun, ia memutuskan untuk pulang kampung saja. Ia kembali mencoba melamar pekerjaan di kota kelahirannya.
Lagi-lagi hanya penolakan yang sering didapatnya. Kejadian demi kejadian membawanya pada sebuah kesimpulan bahwa untuk bisa bekerja, ia harus membuka lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri.
Berkat Restu dan Doa Sang Bunda
Sugimun nekat ingin membuka usaha sendiri, ibunya merestui dengan memberika perhiasan emas miliknya yang waktu itu senilai Rp 15.000 (tahun 1992). Dari uang itu, sebagian ia pakai untuk menyewa lapak di emperan pasar sayur Magetan.
Di tempat yang mungil itu ia membuka usaha saja reparasi elektronik serta menjual gas isi korek api. Setiap hari ia melayani pelanggan dengan perlengkapan seadanya.
Perjuangan keras harus dijalaninya setiap hari. Bayangkan saja jarak perjalanan dari rumah sampai ke tempat usahanya cukup jauh. Dari desanya yang terpencil, Sugimun mesti berjuang menempuh jarak satu kilometer hingga sampai di tempat mangkal angkutan umum yang membawanya ke kios.
Belum lagi harus naik-turun angkutan umum. Mungkin bagi orang yang fisiknya normal, hal itu tidak menjadi masalah. Tetapi bagi Sugimun yang kakinya layuh (lumpuh) akibat polio semenjak kecil, sungguh terasa berat.
Namun, ia tetap yakin bahwa Allah Maha Adil, Pengasih dan Pemurah. Dengan penuh kesungguhan dan ketelatenan, ia selalu menepati janjinya dalam perbaikan elektronik karena berusaha meraih kepercayaan para pelanggan.
Berbagai pekerjaannya selalu diusahakan selesai tepat waktu. Pelayanannya kepada pelanggan juga ramah dan tidak pelit dalam menjelaskan tentang kerusakan dan onderdil yang dalam perbaikan, termasuk harga dan kualitas onderdil yang bermacam-macam.
Kepercayaan pelanggannya kian tumbuh, kiosnya semakin ramai pelanggan dan kebutuhan akan onderdil elektronik juga semakin meningkat. Ia membaca ini sebagai peluang.
Mulai Disisihkan uangnya sedikit demi sedikit sebagai modal pembelian onderdil dan melengkapi kiosnya dengan barang-barang elektronik untuk dijual kembali. Karena barangnya semakin lama tambah banyak, kemudian ia memberanikan diri untuk membeli sebuah toko.
Hingga akhirnya kini ia bisa memiliki tiga toko, tentu melalui perjalanan yang panjang dan proses yang berat. Luar biasanya lagi, kesuksesan tidak membuat dirinya lupa kepada sesama, Sugimun juga membantu orang-orang di sekitar daerahnya.
Ia membina beberapa anak yatim dan anak cacat agar mempunyai keterampilan yang berguna bagi masa depan mereka kelak, diberikannya kesempatan pendidikan dan keterampilan kepada mereka.
Pengalaman masa lalu membuatnya sadar, pendidikan dan keterampilan sangat berguna bagi orang-orang cacat sepertinya. Keterbatasan fisik yang mereka miliki memang kerap membuatnya dipandang sebelah mata, sulit bersaing di dalam dunia kerja.
Keterampilan dan motivasi merupakan hal yang sangat berharga untuk memompa semangat mereka menjalani kehidupan.
Sugimun selalu bersyukur, dirinya hanya cacat fisik, bukan cacat rohani. Ia tidak ingin jatuh terpuruk mengharap belas kasih orang lain, cita-citanya untuk dapat hidup mandiri kini telah tercapai.
Meski secara fisik tidak sempurna, namun ia mampu berbuat lebih, bahkan dari apa yang bisa dilakukan oleh orang normal. Itulah rahasia Allah, dibalik kekurangan fisik yang dimilikinya tetap diberi kemampuan dan mental yang luar biasa, dan bisa membantu sesama.
Sumber/gambar:
(Suara Hidayatullah, Edisi 1/XXVI/Mei 2013/Jumadil Ahir/1434)
http://kevinherivo.blogspot.com/2013/10/bos-lumpuh-yang-dulu-dianggap-pengemis.html?showComment=1426514259001#c4150480687003743198
0 Response to "Seorang Lumpuh yang Mampu Memiliki Tiga Toko Elektronik"
Posting Komentar