Pemerintah Masih Bingung Mengenakan Pajak Untuk Perdagangan Batu Akik
Batu akik sekarang ini memang sedang menjadi fenomena di kalangan masyarakat. Berbagai macam bentuk, jenis dan harga yang ditawarkan pun bervariasi.
Ada yang murah, namun ada pula harganya yang mencapai miliaran rupiah.
Diakui, meski batu akik bukan termasuk barang yang dikecualikan, pemerintah masih kesulitan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% untuk batu akik.
Dirjen Pajak menuturkan, perusahaan yang memiliki omzet pert tahun minimal Rp 4,8 miliar seharusnya wajib mendaftarkan diri sebagai pemungut pajak dan wajib memungut PPN 10%.
Namun, letak kesulitannya ialah perdagangan batu akik ini kebanyakan penjualnya perorangan dan dilakukan secara mobile serta sering pula hanya melalui social media seperti facebook, blog dan lain-lain.
Gara-gara susah dikenai lewat PPN, pemerintah pun berniat mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap batu akik. Hal ini sama seperti yang diterapkan terhadap penjualan semen dan Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Misalnya yang menjual batu akik adalah sebuah perusahaan atau badan, maka perusahaan tersebut akan ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22. Lantas, kalau yang menjual adalah orang pribadi bagaimana?
Rencananya, PPh pasal 22 akan dikenakan terhadap batu akik dengan harga di atas Rp 100 juta. Namun, sulitnya terkadang harga batu akik tersebut bisa jadi tidak mencerminkan harga sebenarnya.
Harga Rp 100 juta bisa saja lantaran memang ditawarkan tinggi dan tengah menjadi incaran konsumen. Fenomena batu akik ini seperti gaya hidup, sehingga kebenaran harga riilnya susah diverifikasi.
Sebenarnya yang paling tepat dikenai PPnBM ialah pabrikan atau produsen batu akik. Sebab, produsenlah yang tahu persis dan bisa memverifikasi harga batu akik tersebut.
Dengan begitu, selanjutnya transaksi penjualan batu akik yang dilakukan masyarakat tidak lagi dikenai pajak karena sudah dikenakan pada PPnBM kepada produsen.
Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/06/063530926/Susahnya.Pungut.Pajak.dari.Batu.Akik.
Gambar: majalahbatumulia.com
Ada yang murah, namun ada pula harganya yang mencapai miliaran rupiah.
Diakui, meski batu akik bukan termasuk barang yang dikecualikan, pemerintah masih kesulitan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% untuk batu akik.
Dirjen Pajak menuturkan, perusahaan yang memiliki omzet pert tahun minimal Rp 4,8 miliar seharusnya wajib mendaftarkan diri sebagai pemungut pajak dan wajib memungut PPN 10%.
Namun, letak kesulitannya ialah perdagangan batu akik ini kebanyakan penjualnya perorangan dan dilakukan secara mobile serta sering pula hanya melalui social media seperti facebook, blog dan lain-lain.
Gara-gara susah dikenai lewat PPN, pemerintah pun berniat mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap batu akik. Hal ini sama seperti yang diterapkan terhadap penjualan semen dan Tandan Buah Segar (TBS) sawit.
Misalnya yang menjual batu akik adalah sebuah perusahaan atau badan, maka perusahaan tersebut akan ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22. Lantas, kalau yang menjual adalah orang pribadi bagaimana?
Rencananya, PPh pasal 22 akan dikenakan terhadap batu akik dengan harga di atas Rp 100 juta. Namun, sulitnya terkadang harga batu akik tersebut bisa jadi tidak mencerminkan harga sebenarnya.
Harga Rp 100 juta bisa saja lantaran memang ditawarkan tinggi dan tengah menjadi incaran konsumen. Fenomena batu akik ini seperti gaya hidup, sehingga kebenaran harga riilnya susah diverifikasi.
Sebenarnya yang paling tepat dikenai PPnBM ialah pabrikan atau produsen batu akik. Sebab, produsenlah yang tahu persis dan bisa memverifikasi harga batu akik tersebut.
Dengan begitu, selanjutnya transaksi penjualan batu akik yang dilakukan masyarakat tidak lagi dikenai pajak karena sudah dikenakan pada PPnBM kepada produsen.
Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/06/063530926/Susahnya.Pungut.Pajak.dari.Batu.Akik.
Gambar: majalahbatumulia.com
0 Response to "Pemerintah Masih Bingung Mengenakan Pajak Untuk Perdagangan Batu Akik"
Posting Komentar