Merkantilisme dalam Hubungan Antar Negara

Merkantilisme dalam Hubungan Antar Negara
Disebutkan dalam teori ekonomi bahwa sebuah Negara tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa adanya bantuan dari Negara lain atau dalam arti Negara tersebut harus berhubungan dengan Negara lain.

Hal itu terjadi dikarenakan ada perbedaan sumber daya alam dan kebutuhan-kebutuhan lain dalam suatu Negara.

Maka dari itu, sebuah Negara penting sekali untuk mengadakan hubungan dengan satu atau beberapa Negara lain.

Baca juga: Catatan Sejarah: Kondisi Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi 1998

Aspek mikro ekonomi misalnya meliputi penentuan harga dan alokasi faktor-faktor produksi. Sedangkan aspek dalam mikro ekonomi mencakup kekuatan-kekuatan yang dipengaruhi secara internasional oleh penghasilan nasional dan kesempatan kerja dalam beberapa perekonomian.

Melakukan hubungan dengan Negara lain (dalam perdagangan) keuntungan akan didapat oleh suatu Negara.

Keuntungan tersebut berupa naiknya produktivitas yang disebabkan adanya spesialisasi. Spesialisasi akan cenderung dilakukan oleh Negara terhadap barang yang bisa dihasilkan menggunakan faktor produksi yang dipunyai dalam jumlah besar.

Setiap Negara bisa menggunakan faktor-faktor produksinya dengan kombinasi yang paling efisien dan selanjutnya ditukar dengan barang lain yang kurang efisien bila dihasilkan oleh Negara itu sendiri.

Itulah mengapa keuntungan akan diperoleh oleh Negara dari perdagangan antar Negara. Naiknya produktivitas juga tentunya akan memperbanyak output yang tersedia, sehingga standar hidup juga bisa terus meningkat.


Sistem Merkantilisme

Biasanya, titik tolak dalam mempelajari hubungan antar Negara dimulai dari abad 16 dan 17 yang pada saat itu muncullah sistem merkantilisme.

Sistem merkantilisme merupkan sistem mengenai kebijakan ekonomi dengan tujuan untuk pembentukan Negara nasional yang kuat dengan mengatur perdagangan luar negeri. Banyak negarawan Eropa yang menganjurkan serta menerapkan sistem ini.

Di Perancis, sistem ini dinamakan dengan Colbertisme, sedangkan di Jerman dikenal dengan nama Cameralisme. Walaupun namanya mungkin bisa berbeda-beda di setiap Negara, namun praktiknya tetap sama.

1. Tujuan Utama Merkantilisme

Pada waktu itu, kekuasaan masyarakat ekonomi feodal mulai mengalami keruntuhan, kekuasaan gereja atas raja-raja menurun, dan mulai tumbuh Negara-negara baru yang berusaha untuk menjadi Negara kuat.

Angkatan perang yang kuat tentu dibutuhkan untuk mengembangkan dan mempertahankan kekuatan Negara.

Demi tujuan tersebut, kaum merkantilis menganggap bahwa penumpukan logam mulia adalah sistem yang dapat digunakan untuk menutup biaya yang besar dalam memperkuat Negara.

Dan perdagangan luar negeri adalah cara terbaik untuk melakukan hal tersebut, terutama bagi Negara-negara yang mempunyai keterbatasan tambang logam mulia.

Perdagangan luar negeri kemudian dijadikan alat utama kaum merkantilisme guna mencapai apa yang menjadi tujuan mereka.

Maka dari itu, nilai ekspor selalu mereka usahakan agar lebih besar dari nilai impor. Kelebihan nilai ekspor dari impor akan dibayar menggunakan logam mulia. Berarti terjadi aliran logam mulia ke dalam negeri yang kemudian dapat dilakukan penumpukkan.

Bagi kaum merkantilis, logam mulia dianggap identik dengan kemakmuran sehingga makin banyak logam mulia yang dimiliki maka kemakmuran dan kekuasaan sebuah Negara juga akan semakin meningkat.

Hal tersebut menjadikan suatu Negara wajib berusaha untuk menghasilkan suatu neraca perdagangan yang menguntungkan.

Keuntungan dalam neraca perdagangan tersebut didapat dari surplus ekspor yang mendatangkan logam mulia karena jumlah ekspor yang lebih besar dibandingkan impor.


2. Peraturan-peraturan Dagang Kaum Merkantilis

Berbagai aturan di bidang perdagangan dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara agar mereka mendapatkan neraca pembayaran yang menguntungkan.

Aturan-aturan tersebut tentunya dibuat dengan tujuan untuk mengurangi impor dan mendorong ekspor.

Dengan adanya kebijakan yang dibuat oleh sebuah Negara diharapkan akan terjadi aliran logam mulia ke dalam Negeri sebagai akibat terjadinya surplus di bidang perdagangan luar negeri.

Karena tujuan dari perdagangan luar negeri ialah untuk memperoleh tambahan logam mulia, maka ekspor logam mulia di larang.

Industri barang-barang ekspor diberi subsidi untuk mendorong sektor ekspor, dan ada pelarangan mengekspor bahan mentah.

Barang-barang yang telah dapat diproduksi sendiri, dilarang untuk mengimpornya. Impor juga dibatasi dengan menggunakan kuota, dengan tujuan impor dapat ditekan seminim mungkin.

Kebijakan penting lainnya sehubungan tujuan kaum merkantilis ialah kebijakan untuk memperluas pangsa pasar dan usaha dalam memonopoli perdagangan.

Negara-negara merkantilis berlomba untuk membangun armada yang kuat sehingga bisa menjadi alat guna memperoleh daerah-daerah jajahan dan melakukan monopoli terhadap sumber daya yang dimiliki wilayah yang telah ditaklukan. Di samping itu, daerah jajahan tersebut juga dijadikan pasar bagi barang-barang ekspornya.

Selanjutnya setelah masa kejayaan merkantilis, mulai muncul berbagai teori dari para ahli ekonomi dengan bahasan mengenai perdagangan internasional dan peran luar negeri. Teori-teori tersebut yaitu sebagai berikut:
- Teori Keuntungan Mutlak dari Adam Smith
- Teori Ongkos Komparatif dari David
- Teori Keuntungan Komparatif dari J.S. Mill
- Teori Hecscher oleh Ohlin
- Teori Permintaan dan Penawaran

*) Sumber: Google.co.id

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Merkantilisme dalam Hubungan Antar Negara"

Posting Komentar