Profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Kejelasan Perlindungan Hukumnya
Tahukah Anda kalau UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bisa dijadikan acuan dalam perlindungan sebuah profesi yang biasa disebut PRT (Pekerja Rumah Tangga)?
Ya, memang Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau sering dikenal sebagai asisten/pembantu rumah tangga tidak masuk kategori dalam perlindungan hukum ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003).
Dijelaskan dalam salah satu publikasi Intenational Labour Organization (ILO) dengan judul Peraturan tentang Pekerja Rumah Tangga di Indonesia; Perundangan yang Ada, Standar International dan Praktik Terbaik, di Jakarta pada tahun 2006, pekerja rumah tangga masuknya ke dalam sektor ekonomi non-formal.
Berbeda dengan pekerja-pekerja yang bekerja pada sektor-sektor industri yang masuk dalam sektor formal, Pekerja Rumah Tangga tidak dilindungi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.
Menurut pemerintah, majikan pekerja rumah tangga memang bisa tergolong “pemberi kerja”, namun ia bukanlah badan usaha dan dengan begitu mereka bukan “pengusaha” serta tidak disebutkan dalam artian Undang-undang Ketenagakerjaan.
PRT tidak mendapatkan perlindungan yang diberikan oleh UU Ketenagakerjaan, karena mereka dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”.
Pada prinsipnya, hubungan antara PRT dengan majikan hanya diatur berdasarkan sikap saling percaya saja, ada perbedaan dengan mekanisme hubungan kerja di sektor formal, pada sektor ini, para pekerja dan pengusaha disediakan mekanisme penyelesaian sengketa di pengadilan hubungan industrial.
Oleh karena PRT tidak dapat dijangkau dengan Undang-undang Ketenagakerjaan, maka perlu sejumlah Undang-undang nasional lainnya meski secara terpisah dan terbatas, yang memberikan perlindungan dalam bidang-bidang tertentu.
Undang-undang tersebut antara lain meliputi:
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
- Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
- Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Undang-undang No 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Perlindungan hukum terhadap PRT sebenarnya sudah sejak lama menjadi polemik di masyarakat. Sebenarnya, pada 2006, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah mulai menyusun draf sementara Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga.
Namun, pembahasan RUU PRT tersebut tersendat, walaupun RUU PRT versi usul inisiatif DPR sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014, akan tetapi masih terhambat dikarenakan belum adanya kesatuan pendapat di Komisi IX untuk membahas draf RUU ini.
Jadi, dari tulisan di atas dapat kita simpulkan bahwa hingga sekarang PRT belum mempunyai Undang-undang perlindungan yang jelas dan lebih terkonsentrasi. Sebab, PRT termasuk dalam kategori pekerja sektor non-formal.
Sumber: hukumonline.com
Ya, memang Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau sering dikenal sebagai asisten/pembantu rumah tangga tidak masuk kategori dalam perlindungan hukum ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003).
Dijelaskan dalam salah satu publikasi Intenational Labour Organization (ILO) dengan judul Peraturan tentang Pekerja Rumah Tangga di Indonesia; Perundangan yang Ada, Standar International dan Praktik Terbaik, di Jakarta pada tahun 2006, pekerja rumah tangga masuknya ke dalam sektor ekonomi non-formal.
Berbeda dengan pekerja-pekerja yang bekerja pada sektor-sektor industri yang masuk dalam sektor formal, Pekerja Rumah Tangga tidak dilindungi dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.
Menurut pemerintah, majikan pekerja rumah tangga memang bisa tergolong “pemberi kerja”, namun ia bukanlah badan usaha dan dengan begitu mereka bukan “pengusaha” serta tidak disebutkan dalam artian Undang-undang Ketenagakerjaan.
PRT tidak mendapatkan perlindungan yang diberikan oleh UU Ketenagakerjaan, karena mereka dianggap tidak dipekerjakan oleh “pengusaha”.
Pada prinsipnya, hubungan antara PRT dengan majikan hanya diatur berdasarkan sikap saling percaya saja, ada perbedaan dengan mekanisme hubungan kerja di sektor formal, pada sektor ini, para pekerja dan pengusaha disediakan mekanisme penyelesaian sengketa di pengadilan hubungan industrial.
Oleh karena PRT tidak dapat dijangkau dengan Undang-undang Ketenagakerjaan, maka perlu sejumlah Undang-undang nasional lainnya meski secara terpisah dan terbatas, yang memberikan perlindungan dalam bidang-bidang tertentu.
Undang-undang tersebut antara lain meliputi:
- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
- Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
- Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Undang-undang No 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
- Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Perlindungan hukum terhadap PRT sebenarnya sudah sejak lama menjadi polemik di masyarakat. Sebenarnya, pada 2006, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah mulai menyusun draf sementara Rancangan Undang-undang (RUU) Pekerja Rumah Tangga.
Namun, pembahasan RUU PRT tersebut tersendat, walaupun RUU PRT versi usul inisiatif DPR sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2010-2014, akan tetapi masih terhambat dikarenakan belum adanya kesatuan pendapat di Komisi IX untuk membahas draf RUU ini.
Jadi, dari tulisan di atas dapat kita simpulkan bahwa hingga sekarang PRT belum mempunyai Undang-undang perlindungan yang jelas dan lebih terkonsentrasi. Sebab, PRT termasuk dalam kategori pekerja sektor non-formal.
Sumber: hukumonline.com
0 Response to "Profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Kejelasan Perlindungan Hukumnya"
Posting Komentar