Penentuan Besarnya IPL Apartemen Harus Transparan

Untuk saat ini, memilih tinggal di apartemen dekat dengan tempat beraktivitas sehari-hari atau dekat pusat kota merupakan pilihan paling logis.

Di samping lebih praktis, tinggal di apartemen juga dapat meningkatkan kualitas waktu kebersamaan bersama keluarga tercinta.

Hal lainnya yang menjadi pertimbangan utama ialah masalah efisiensi waktu dan biaya.

Dan itulah beberapa faktor utama yang menjadi motivasi kalangan urban memilih hunian di apartemen.

Simak juga: 4 Tips Penting Dalam Memilih Tempat Sewa Apartemen Harian

Sebaiknya, bagi Anda yang telah atau hendak memutuskan tinggal di apartemen, harus memahami aturan serta biaya apa saja yang mesti dibayar.

Tentu saja kenyamanan Anda tinggal di apartemen akan sangat dipengaruhi oleh hal apa saja yang harus Anda bayar.

Memang ada perbedaan dengan tinggal di rumah tapak (landed house), pada kenyataannya tinggal di apartemen malah jauh lebih mahal.

Kemungkinannya karena gedung apartemen mesti dikelola dengan profesional oleh suatu badan atau perusahaan yang disebut juga dengan pengelola.

Pastinya akan membutuhkan biaya yang besar untuk menciptakan profesionalitas dalam pengelolaan apartemen yang kita tinggali.

Badan pengelola ini memperoleh dana untuk membiayai perawatan dan gaji karyawannya dari adanya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL).

Dan dana tersebut didapat dari tarikan kepada para pemilik atau penghuni apartemen secara proporsional, disesuaikan dengan luas unit apartemen yang dimiliki.

Hanya saja, sangat disayangkan karena penentuan besaran tarif IPL ini kerap menjadi polemik antara penghuni atau pemilik apartemen dengan pengurus Penghimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS).

Apalagi jika sedang terjadi kenaikan harga-harga material dan operasional gedung yang disebabkan adanya gejolak ekonomi.

Guna menutupi defisit dari biaya perawatan gedung, maka harus ada penyesuaian atau kenaikan pada besarnya tarif IPL tersebut.


Cara Menentukan Tarif IPL

Seperti yang dikemukakan oleh Hendra Rahardja, Ketua Komite Budget Inner City Management (ICM), dalam menentukan besaran tarif IPL, P3SRS harus terlebih dahulu mengetahui apa saja pendapatan yang diperoleh dari apartemen selama ini.

Misalnya, pendapatan bisa saja diperoleh dari sewa ruang milik P3SRS, seperti ATM, sewa pancang Base Transceiver Stasiun (BTS), atau bisa juga dari sewa pemasangan iklan di area komersial pada lingkungan apartemen.

Selanjutnya, biaya-biaya rutin yang dikeluarkan atau biaya operasional dirinci oleh P3SRS, mulai dari biaya karyawan, biaya kantor, biaya umum, representasi (sumbangan), utilitas, listrik, perawatan, tenaga alih daya (outsourcing), asuransi, dan lain-lain.

Kemudian semua biaya tersebut dikalkulasikan, termasuk pendapatan di luar IPL yang nantinya akan ditentukan kemudian.

Pendapatan tersebut tentunya akan mengurangi biaya IPL, sehingga pembebanan tarif IPL akan diambil dari adanya selisih tersebut yang dibagi rata dengan luas dari unit masing-masing apartemen.

Sementara itu, SOP Manager ICM, Hidayat menjelaskan, biasanya sebelum dikelola building management, besaran IPL sudah ditetapkan oleh pengembang yang membangun apartemen dan tercantum dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), didasarkan pada per meter perseginya dan itulah yang menjadi dasar awal tarif yang digunakan oleh pengurus P3SRS.

Yang menjadi masalah adalah selalu adanya kesalahan dalam penetapan IPL oleh pengembang karena biaya yang dibutuhkan untuk operasional ternyata jauh lebih besar dari yang sudah diputuskan.

Tentu saja hal ini akan memaksa P3SRS untuk menyesuaikan tarif sesuai dengan beban riil pengeluaran dalam pengelolaan.

Agar tidak terjadi keluhan atau protes dari pemilik/penghuni, Hidayat menyarankan supaya dalam dalam penetapan awal IPL, pengembang menghitung sesuai dengan kebutuhan riil dalam pengelolaan. Sehingga saat diserahkan kepada P3SRS definitif, tidak berpotensi menimbulkan masalah.

Di sisi lain, pengamat rumah susun, Sujoko menilai, biaya pengelolaan gedung atau IPL itu memang seharusnya ditanggung secara proporsional oleh pemilik/penghuni unit apartemen.

Penarikan IPL ini berdasarkan pada Undang-undang No 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan Peraturan Pemerintah No 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun.

Di situ disebutkan bahwa pembiayaan pengelolaan benda, bagian dan tanah bersama dibebankan kepada pemilik atau penghuni. Jadi, IPL merupakan kewajiban setiap pemilik/penghuni apartemen atau rumah susun.

Sujoko juga mengatakan, bahwa polemik terhadap penentuan besaran tarif IPL adalah hal yang wajar, karena hal-hal yang menyangkut soal uang, di mana saja pasti pasti terdapat pro dan kontra.

Apalagi urusannya dengan IPL apartemen yang bisa dibilang jumlahnya cukup besar hingga mencapai ratusan miliar rupiah setiap bulannya.

Menurut Sujoko, pengurus P3SRS dalam menetapkan besaran tarif IPL juga harus transparan kepada pemilik atau penghuni apartemen dan sesuai dengan prosedur.

Biasanya, penetapan IPL oleh P3SRS memang mengacu pada anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART).

Pengurus P3SRS memiliki kewenangan dalam menetapkan tarif IPL, namun bila dianggap oleh sebagian penghuni tarif itu terlalu besar dan memberatkan, maka mereka dapat mempertanyakannya kepada forum tertinggi yaitu rapat umum tahunan (RUTA).

Namun, bila sudah disesuaikan dan pemilik/penghuni apartemen masih keberatan, maka tetap disarankan untuk tetap membayarnya agar tidak terjadi pemutusan aliran listrik, dan air oleh badan pengelola, apabila penetapan tarif IPL tersebut sudah sesuai dengan AD/ART.

Sumber:
http://properti.kompas.com/read/2015/05/02/104115721/Jangan.Keliru.Begini.Cara.Menghitung.IPL.Apartemen.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penentuan Besarnya IPL Apartemen Harus Transparan"

Posting Komentar