Mengatasi Depresi pada Lansia Akibat Kematian Pasangannya
Pada umumnya, kematian orang terdekat di semua tahapan usia akan menimbulkan duka cita mendalam dalam diri individu yang ditinggalkan.
Depresi bisa saja muncul akibat dari duka cita yang berkepanjangan. Pada tiap individu, depresi sendiri mempunyai beragam ciri-ciri yang bisa berbeda, serta dapat pula khas bergantung dari apa yang menjadi penyebab dari depresi tersebut.
Banyak individu lanjut usia (lansia) yang ditinggalkan pasangan dikarenakan kematian, dan tak sedikit pula dari mereka yang mengalami tekanan kejiwaan atau depresi karena hal itu.
Baca juga: Membiasakan Diri Merapikan Rumah Bukanlah Hal yang Sulit
Suatu penelitian tentang duka kematian terhadap lansia dan depresi yang pada tahun 2015 dipublikasikan dalam Journal of Abnormal Psychology yang berjudul From Loss to Loneliness: The Relationship Between Bereavement and Depressive Symptoms melakukan kajian efek dari kematian pasangan terhadap kemunculan gejala depresi dengan membandingkan tingkat depresi pada lansia yang telah ditinggal mati oleh pasangannya pada usia lanjut dengan lansia yang masih mempunyai pasangan.
Sesuai dugaan, hasil penelitian itu menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan mereka para lansia yang masih memiliki pasangan, adanya kematian yang mengakibatkan kelompok lansia kehilangan pasangan menunjukkan lebih banyak gejala depresi dengan level yang lebih tinggi.
Tingkat kebahagiaan yang lebih rendah juga ditunjukkan oleh mereka yang sudah ditinggal oleh pasangannya, dan hidup juga sudah tak bisa mereka nikmati seperti sebelum si pasangan meninggal.
Dari penelitian tersebut ada kajian yang menarik ditunjukkan, bahwa gejala depresi yang muncul dikarenakan duka cita sepeninggal pasangan adalah berupa perasaan kesepian.
Setelah itu, dari adanya perasaan kesepian tersebut barulah menjalar dan memunculkan gejala-gejala depresi lainnya.
Perhatian perlu diberikan pada temuan ini, sebab dari situ akan dapat memberikan petunjuk tentang penanganan yang sesuai untuk para lansia tersebut, yakni langsung terhadap gejala perasaan kesepian terlebih dahulu.
Adanya perspektif yang dipegang bahwa gejala kesepian ini merupakan pemicu munculnya gejala depresi lainnya, maka bila gejala kesepian tersebut mampu ditangani dengan baik, tentu gejala lainnya pun akan ada kemungkinan untuk ikut membaik pula.
Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh anggota keluarga para lansia yang mengalami depresi disebabkan kematian pasangannya.
Seringkali tidak cukup rasanya kalau hanya sekadar menghibur, sebab depresi kaitannya dengan duka cita ini sangat mungkin mempunyai bentuk yang lebih unik bila dibandingkan dengan penyebab depresi yang lain.
Akan tetapi, di sisi lain para anggota keluarga juga tidak tahu secara persis tindakan yang paling sesuai untuk bisa diterapkan.
Akhirnya, tidak jarang penanganan hanya difokuskan untuk mengalihkan rasa duka saja, namun secara komprehensif tidak untuk mengatasi depresinya.
Maka, dengan berdasarkan dari hasil penelitian tadi, berfokus pada penanganan perasaan kesepian akan menjadi pilihan yang lebih tepat sasaran. Misalnya saja dengan menemani dan mengajak bicara secara bergantian dan dengan rutin.
Dengan cara ini, akan membuat lansia yang ditinggalkan jadi lebih terbiasa terhadap kondisi sepeninggal pasangannya, serta akan dapat belajar untuk lebih menerima kehilangan dan menggantinya oleh kebersamaan dengan anak-anak atau cucu-cucunya.
Bagi lansia yang masih dapat aktif secara fisik, Anda dapat membuatkan rencana kegiatan sebagai alternatif untuk menghadapi kondisi rasa kesepian yang dialaminya.
Sebisa mungkin libatkanlah mereka dalam berbagai aktivitas rutin sebagai sarana untuk menghabiskan waktu, dan bila kegiatan tersebut dilakukan bersama orang lain atau anggota keluarga akan jadi lebih baik lagi.
Seperti misalnya kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok maupun perkumpulan lansia atau jamaah-jamaah keagamaan di sekitar wilayah tempat mereka tinggal.
Untuk jangka pendek maupun jangka panjang, kebersamaan dengan orang lain dan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok akan mengalahkan rasa kesepian yang dialaminya. Pendekatan lainnya pun pada dasarnya terbuka untuk dilakukan, selama fokusnya tetap pada upaya untuk mengatasi rasa kesepian yang orangtua rasakan.
Proses yang dilakukan mungkin memang tidak mudah dan memerlukan kesabaran dari berbagai pihak, akan tetapi dengan cara ini niscaya akan bisa sangat membantu lansia yang kehilangan pasangan agar terhindar dari depresi sepeninggal pasangannya agar tidak berlarut-larut.
Sumber:
http://health.kompas.com/read/2015/04/03/110000623/Menghadapi.Depresi.akibat.Kematian.Pasangan.pada.Lansia.
Depresi bisa saja muncul akibat dari duka cita yang berkepanjangan. Pada tiap individu, depresi sendiri mempunyai beragam ciri-ciri yang bisa berbeda, serta dapat pula khas bergantung dari apa yang menjadi penyebab dari depresi tersebut.
Banyak individu lanjut usia (lansia) yang ditinggalkan pasangan dikarenakan kematian, dan tak sedikit pula dari mereka yang mengalami tekanan kejiwaan atau depresi karena hal itu.
Baca juga: Membiasakan Diri Merapikan Rumah Bukanlah Hal yang Sulit
Suatu penelitian tentang duka kematian terhadap lansia dan depresi yang pada tahun 2015 dipublikasikan dalam Journal of Abnormal Psychology yang berjudul From Loss to Loneliness: The Relationship Between Bereavement and Depressive Symptoms melakukan kajian efek dari kematian pasangan terhadap kemunculan gejala depresi dengan membandingkan tingkat depresi pada lansia yang telah ditinggal mati oleh pasangannya pada usia lanjut dengan lansia yang masih mempunyai pasangan.
Sesuai dugaan, hasil penelitian itu menyatakan bahwa bila dibandingkan dengan mereka para lansia yang masih memiliki pasangan, adanya kematian yang mengakibatkan kelompok lansia kehilangan pasangan menunjukkan lebih banyak gejala depresi dengan level yang lebih tinggi.
Tingkat kebahagiaan yang lebih rendah juga ditunjukkan oleh mereka yang sudah ditinggal oleh pasangannya, dan hidup juga sudah tak bisa mereka nikmati seperti sebelum si pasangan meninggal.
Dari penelitian tersebut ada kajian yang menarik ditunjukkan, bahwa gejala depresi yang muncul dikarenakan duka cita sepeninggal pasangan adalah berupa perasaan kesepian.
Setelah itu, dari adanya perasaan kesepian tersebut barulah menjalar dan memunculkan gejala-gejala depresi lainnya.
Perhatian perlu diberikan pada temuan ini, sebab dari situ akan dapat memberikan petunjuk tentang penanganan yang sesuai untuk para lansia tersebut, yakni langsung terhadap gejala perasaan kesepian terlebih dahulu.
Adanya perspektif yang dipegang bahwa gejala kesepian ini merupakan pemicu munculnya gejala depresi lainnya, maka bila gejala kesepian tersebut mampu ditangani dengan baik, tentu gejala lainnya pun akan ada kemungkinan untuk ikut membaik pula.
Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh anggota keluarga para lansia yang mengalami depresi disebabkan kematian pasangannya.
Seringkali tidak cukup rasanya kalau hanya sekadar menghibur, sebab depresi kaitannya dengan duka cita ini sangat mungkin mempunyai bentuk yang lebih unik bila dibandingkan dengan penyebab depresi yang lain.
Akan tetapi, di sisi lain para anggota keluarga juga tidak tahu secara persis tindakan yang paling sesuai untuk bisa diterapkan.
Akhirnya, tidak jarang penanganan hanya difokuskan untuk mengalihkan rasa duka saja, namun secara komprehensif tidak untuk mengatasi depresinya.
Maka, dengan berdasarkan dari hasil penelitian tadi, berfokus pada penanganan perasaan kesepian akan menjadi pilihan yang lebih tepat sasaran. Misalnya saja dengan menemani dan mengajak bicara secara bergantian dan dengan rutin.
Dengan cara ini, akan membuat lansia yang ditinggalkan jadi lebih terbiasa terhadap kondisi sepeninggal pasangannya, serta akan dapat belajar untuk lebih menerima kehilangan dan menggantinya oleh kebersamaan dengan anak-anak atau cucu-cucunya.
Bagi lansia yang masih dapat aktif secara fisik, Anda dapat membuatkan rencana kegiatan sebagai alternatif untuk menghadapi kondisi rasa kesepian yang dialaminya.
Sebisa mungkin libatkanlah mereka dalam berbagai aktivitas rutin sebagai sarana untuk menghabiskan waktu, dan bila kegiatan tersebut dilakukan bersama orang lain atau anggota keluarga akan jadi lebih baik lagi.
Seperti misalnya kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok maupun perkumpulan lansia atau jamaah-jamaah keagamaan di sekitar wilayah tempat mereka tinggal.
Untuk jangka pendek maupun jangka panjang, kebersamaan dengan orang lain dan merasa menjadi bagian dari suatu kelompok akan mengalahkan rasa kesepian yang dialaminya. Pendekatan lainnya pun pada dasarnya terbuka untuk dilakukan, selama fokusnya tetap pada upaya untuk mengatasi rasa kesepian yang orangtua rasakan.
Proses yang dilakukan mungkin memang tidak mudah dan memerlukan kesabaran dari berbagai pihak, akan tetapi dengan cara ini niscaya akan bisa sangat membantu lansia yang kehilangan pasangan agar terhindar dari depresi sepeninggal pasangannya agar tidak berlarut-larut.
Sumber:
http://health.kompas.com/read/2015/04/03/110000623/Menghadapi.Depresi.akibat.Kematian.Pasangan.pada.Lansia.
0 Response to "Mengatasi Depresi pada Lansia Akibat Kematian Pasangannya"
Posting Komentar