Pengertian Serta Ketentuan Umum Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing di Indonesia
Sistem Kerja Kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan Outsourcing sebenarnya merupakan perkembangan baru dalam dunia kerja dan profesi di Indonesia.
Dalam artian, sebelumnya tidak begitu berkembang seperti sekarang ini.
Beberapa tahun yang lalu mungkin masih tersedia peluang besar bagi buruh untuk dapat menjadi karyawan tetap pada suatu perusahaan.
Namun, di masa sekarang ini, nampaknya semakin sangat sulit untuk dapat menjadi karyawan tetap, karena sebagian besar perekrutan karyawan dalam sebuah perusahaan banyak yang menggunakan sistem kerja kontrak dan Outsourcing tersebut.
Baca juga: Hak-hak Pekerja Sesuai Perundang-undangan yang Berlaku (bagian 1)
Berdasarkan hasil riset oleh Akatiga-Pusat Analisis Sosial dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES), adanya praktik PKWT dan Outsourcing adalah wujud dari kebijakan Pasar Kerja Fleksibel yang dijadikan syarat dalam pemberian bantuan untuk menangani krisis ekonomi tahun 1997 yang dilakukan oleh International Monetary Fund (IMF), International Labour Organisation (ILO), dan World Bank kepada pemerintah Indonesia.
Menurut IMF, mereka mensyaratkan Kebijakan Pasar Kerja Fleksibel ini adalah salah satu konsep kunci dari kebijakan perbaikan iklim investasi di Indonesia dan dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 antara Indonesia dan IMF butir 37 dan 42.
Dari kesepakatan dengan IMF tersebut, selanjutnya menjadi acuan dasar bagi penyusunan rangkaian peraturan dan kebijakan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenaga kerja.
1. Pengertian PKWT dan Outsourcing
Sistem Kerja Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk mengadakan suatu hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu dan atau untuk pekerja tertentu.
Istilah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan istilah yang dikenal dalam Undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia, sedangkan pihak buruh yang terikat dengan PKWT disebut juga dengan istilah buruh kontrak.
Sedangkan untuk pengertian Outsourcing, pada hakikatnya ialah sebuah upaya pengalihan suatu pekerjaan atau jasa kepada pihak ketiga.
Nah, dalam Undang-undang ketenagakerjaan sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah Outsourcing ini.
Ada dua kategori yang dikenal dalam istilah Outsourcing, yaitu penyerahan sebagian pekerjaan atau pemborongan pekerjaan (Outsourcing pekerjaan) dan penyedia jasa tenaga kerja yang artinya pihak atau agen penyalur tenaga kerja (Outsourcing tenaga kerja). Outsourcing tenaga kerja adalah jenis Outsourcing yang memang kerap dipersoalkan, digugat, dan selalu ditolak oleh para pekerja dan serikat pekerja di seluruh Indonesia.
Biasanya, dalam praktik Outsourcing selalu menggunakan PKWT juga kaitannya dengan perjanjian kontrak dengan para buruh, sehingga buruh Outsourcing juga termasuk dalam status kontrak atau PKWT.
Jadi, walaupun PKWT dan Outsourcing penerapannya dapat dilakukan secara bersamaan, namun sebenarnya merupakan dua istilah yang berbeda.
2. Ketentuan Umum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Disebutkan dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Penjelasannya antara lain:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sifatnya sementara,
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama atau paling lama 3 (tiga) tahun,
- Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
- Pekerjaan yang ada hubungannya dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam penjajakan atau percobaan.
Kemudian pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa PKWT tidak bisa diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.
Selain itu, PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu bisa diadakan untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pemberitahuan tentang perpanjangan harus dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir.
Jika tidak dilakukan perpanjangan atau pemberitahuannya melewati jangka waktu 7 hari sebelum perpanjangan tetapi perusahaan hendak mempekerjakan kembali, maka harus dilakukan pembaruan perjanjian dengan ketentuan diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya PKWT yang lama.
Dan juga pembaruan PKWT ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama jangka waktunya selama 2 tahun.
Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi dalam PKWT tersebut, maka demi hukum harus menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang berarti perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha guna mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
3. Ketentuan Umum Outsourcing
Disebutkan dalam Pasal 64 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja (buruh) yang dibuat secara tertulis. Pasal ini kemudian menjadi dasar dari praktik Outsourcing di Indonesia.
Sedangkan pada pasal 65 ayat (2) disebutkan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama,
- Dilakukan atas perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan,
- Secara keseluruhan merupakan kegiatan penunjang perusahaan,
- Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Selanjutnya, pasal 66 ayat (1) disebutkan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan proses produksi.
Penjelasan dalam pasal 66 yang disebutkan di atas, maksud dari kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan proses produksi merupakan kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut misalnya, usaha tenaga pengaman (security/Satpam), usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha catering atau penyediaan makanan bagi pekerja/buruh, usaha penyedia angkutan pekerja, serta usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan.
Sumber:
https://shnajitama.wordpress.com/2011/05/05/sekilas-tentang-sistem-kerja-kontrak-dan-outsourcing-di-indonesia/
Dalam artian, sebelumnya tidak begitu berkembang seperti sekarang ini.
Beberapa tahun yang lalu mungkin masih tersedia peluang besar bagi buruh untuk dapat menjadi karyawan tetap pada suatu perusahaan.
Namun, di masa sekarang ini, nampaknya semakin sangat sulit untuk dapat menjadi karyawan tetap, karena sebagian besar perekrutan karyawan dalam sebuah perusahaan banyak yang menggunakan sistem kerja kontrak dan Outsourcing tersebut.
Baca juga: Hak-hak Pekerja Sesuai Perundang-undangan yang Berlaku (bagian 1)
Berdasarkan hasil riset oleh Akatiga-Pusat Analisis Sosial dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung (FES), adanya praktik PKWT dan Outsourcing adalah wujud dari kebijakan Pasar Kerja Fleksibel yang dijadikan syarat dalam pemberian bantuan untuk menangani krisis ekonomi tahun 1997 yang dilakukan oleh International Monetary Fund (IMF), International Labour Organisation (ILO), dan World Bank kepada pemerintah Indonesia.
Menurut IMF, mereka mensyaratkan Kebijakan Pasar Kerja Fleksibel ini adalah salah satu konsep kunci dari kebijakan perbaikan iklim investasi di Indonesia dan dicantumkan dalam Letter of Intent atau nota kesepakatan ke-21 antara Indonesia dan IMF butir 37 dan 42.
Dari kesepakatan dengan IMF tersebut, selanjutnya menjadi acuan dasar bagi penyusunan rangkaian peraturan dan kebijakan perbaikan iklim investasi dan fleksibilitas tenaga kerja.
1. Pengertian PKWT dan Outsourcing
Sistem Kerja Kontrak atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja (buruh) dengan pengusaha untuk mengadakan suatu hubungan kerja dalam jangka waktu tertentu dan atau untuk pekerja tertentu.
Istilah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) merupakan istilah yang dikenal dalam Undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia, sedangkan pihak buruh yang terikat dengan PKWT disebut juga dengan istilah buruh kontrak.
Sedangkan untuk pengertian Outsourcing, pada hakikatnya ialah sebuah upaya pengalihan suatu pekerjaan atau jasa kepada pihak ketiga.
Nah, dalam Undang-undang ketenagakerjaan sendiri sebenarnya tidak mengenal istilah Outsourcing ini.
Ada dua kategori yang dikenal dalam istilah Outsourcing, yaitu penyerahan sebagian pekerjaan atau pemborongan pekerjaan (Outsourcing pekerjaan) dan penyedia jasa tenaga kerja yang artinya pihak atau agen penyalur tenaga kerja (Outsourcing tenaga kerja). Outsourcing tenaga kerja adalah jenis Outsourcing yang memang kerap dipersoalkan, digugat, dan selalu ditolak oleh para pekerja dan serikat pekerja di seluruh Indonesia.
Biasanya, dalam praktik Outsourcing selalu menggunakan PKWT juga kaitannya dengan perjanjian kontrak dengan para buruh, sehingga buruh Outsourcing juga termasuk dalam status kontrak atau PKWT.
Jadi, walaupun PKWT dan Outsourcing penerapannya dapat dilakukan secara bersamaan, namun sebenarnya merupakan dua istilah yang berbeda.
2. Ketentuan Umum Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Disebutkan dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Penjelasannya antara lain:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sifatnya sementara,
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama atau paling lama 3 (tiga) tahun,
- Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
- Pekerjaan yang ada hubungannya dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam penjajakan atau percobaan.
Kemudian pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa PKWT tidak bisa diadakan untuk pekerjaan yang sifatnya tetap.
Selain itu, PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu bisa diadakan untuk waktu paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pemberitahuan tentang perpanjangan harus dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir.
Jika tidak dilakukan perpanjangan atau pemberitahuannya melewati jangka waktu 7 hari sebelum perpanjangan tetapi perusahaan hendak mempekerjakan kembali, maka harus dilakukan pembaruan perjanjian dengan ketentuan diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya PKWT yang lama.
Dan juga pembaruan PKWT ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama jangka waktunya selama 2 tahun.
Apabila ketentuan tersebut tidak terpenuhi dalam PKWT tersebut, maka demi hukum harus menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yang berarti perjanjian kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha guna mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.
3. Ketentuan Umum Outsourcing
Disebutkan dalam Pasal 64 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja (buruh) yang dibuat secara tertulis. Pasal ini kemudian menjadi dasar dari praktik Outsourcing di Indonesia.
Sedangkan pada pasal 65 ayat (2) disebutkan bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama,
- Dilakukan atas perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan,
- Secara keseluruhan merupakan kegiatan penunjang perusahaan,
- Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
Selanjutnya, pasal 66 ayat (1) disebutkan bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan proses produksi.
Penjelasan dalam pasal 66 yang disebutkan di atas, maksud dari kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan proses produksi merupakan kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut misalnya, usaha tenaga pengaman (security/Satpam), usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha catering atau penyediaan makanan bagi pekerja/buruh, usaha penyedia angkutan pekerja, serta usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan.
Sumber:
https://shnajitama.wordpress.com/2011/05/05/sekilas-tentang-sistem-kerja-kontrak-dan-outsourcing-di-indonesia/
0 Response to "Pengertian Serta Ketentuan Umum Sistem Kerja Kontrak dan Outsourcing di Indonesia"
Posting Komentar